Jalan berliku mewujudkan sanitasi layak di Pariaman dan Payakumbuh

id berita padang, berita sumbar, sanitasi

Jalan berliku mewujudkan sanitasi layak di Pariaman dan Payakumbuh

Kepala Bidang Perumahan Rakyat dan Pengawasan Permukiman Deki Asar (kiri) memperlihatkan rancangan tangki septik yang layak dan aman bagi lingkungan. (Antara/Fathul Abdi)

Padang, (ANTARA) - 19 tahun silam tepatnya pada 2005, Ekky seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) membeli rumah di Desa Mangguang, Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, Sumatera Barat .

Ketika itu rumah yang ia beli merupakan rumah lama dan belum memiliki jamban sebagai fasilitas sanitasi sehingga akhirnya ia membuat jamban dengan bentuk leher angsa yang terhubung ke tempat penampungan.

Pembangunan jamban sengaja dilakukan agar ia beserta anggota keluarga tidak melakukan praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS).

Pasalnya di daerah Pariaman, terutama daerah pantai serta pinggiran sungai, perilaku buang air besar sembarangan masih sering dijumpai.

Jika merujuk pada data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) milik Kemenkes, pada 2019 jumlah masyarakat di Pariaman yang masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan mencapai 2.000 orang.

Laki-laki yang kini berdinas di Kota Padangpanjang, Sumbar itu mengatakan rumahnya sengaja dibuat jamban yang terhubung ke tangki septik, dan bagian atas serta dindingnya tertutup rapat agar tidak merembes serta mencemari lingkungan.

Selain itu tangki rumah yang dihuni satu Kepala Keluarga tersebut juga disedot secara rutin dalam empat atau lima tahun sekali.

Apa yang dilakukan Ekky memang tergolong sederhana, namun ternyata hal itu adalah mozaik yang penting dalam misi mewujudkan sanitasi layak yakni kesadaran.

Karena faktanya, kesadaran masyarakat adalah salah satu faktor yang mempengaruhi capaian akses sanitasi layak.

"Ada beberapa faktor yang menghambat capaian akses sanitasi, pertama adalah faktor ekonomi, faktor kesadaran untuk membuat jamban serta menghentikan kebiasaan buang air besar sembarangan," kata Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinas Kesehatan Pariaman Wiranita Kartini.

Ia menjelaskan faktor ekonomi dengan pengertian sebahagian masyarakat kurang mampu yang terkendala pada biaya untuk membangun sebuah jamban.

"Untuk faktor ini kami berusaha mencarikan solusi dengan bantuan resmi dari pemerintah, atau mengarahkannya pada jamban yang tetangga atau sarana umum bersama," katanya.

Sedangkan faktor kesadaran adalah mengubah perilaku serta kebiasaan membuang air besar di tempat terbuka, sungai, kolam, dan lainnya.

Namun demikian, secara umum capaian akses sanitasi layak di Pariaman menunjukkan tren yang baik. Jika pada 2018 capaian akses sanitasi layak berada di angka 87,57 persen atau sekitar 17.217 kepala keluarga dan pada 2019 telah mencapai angka 90 persen.

Jumlah Jamban Sehat Permanen (JSP) yang ada saat ini sebanyak 13.145, dan Jamban Sehat Semi Permanen (JSSP) sebanyak 3.805.

"Sekarang kami mengejar target untuk terakses seratus persen pada 2020," katanya.

Berbagai sosialisasi serta program percepatan terus dilakukan untuk mewujudkan target tersebut, termasuk kerja sama lintas sektoral bersama dinas terkait.

Sejak pertengahan 2017 pihaknya juga membentuk tenaga fasilitator STMB untuk merangsang pencapaian akses sanitasi layak di daerah setempat.

Menanggapi hal tersebut Lembaga Swasdaya Masyarakat (LSM) yang konsen terhadap kesehatan lingkungan, meminta isu sanitasi layak dan aman menjadi komitmen bagi kabupaten atau kota di Sumatera Barat. Pasalnya akses sanitasi Sumbar saat ini baru di angka 79,47 persen.

"Kami mengapresiasi beberapa daerah yang sudah melakukan sejumlah inovasi. Namun demikian hasilnya secara umum untuk Sumbar belum menggembirakan," kata Program Manajer LSM Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Otri Ramayani.

Ia mengatakan pembuatan jamban sehat serta menghentikan perilaku Buang Air Besar Sembarangan adalah faktor penting dalam mewujudkan akses sanitasi.

Pembuatan jamban tidak bisa hanya sekedar klosetnya saja, namun juga harus memiliki saluran dan limbahnya ditampung pada tangki septik. Bukan dialirkan ke sungai, drainase, atau lokasi lain tanpa penampungan.

Pengaturan jarak antara septik tank dengan sumber air juga harus menjadi perhatian minimal berjarak 10 meter. Hal itu bertujuan melindungi air dari kontaminasi bakteri, salah satunya e coli yang ada dalam tinja.

Tangki Septik yang aman juga harus kedap udara termasuk pada bagian lantai, agar limbah tidak merembes ke tanah.

Ia mengatakan sejauh ini LP2M turut berperan dengan melakukan advokasi bersama pemerintah daerah dalam mengeluarkan kebijakan terakit sanitasi. Daerah yang didampingi adalah Kabupaten Padangpariaman.

Sanitasi merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan bisa menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Sanitasi yang buruk bisa berdampak negatif pada kesehatan, seperti terjadinya diare, cacingan, tifus, hepatitis A, hingga stunting.

"Namun dalam mewujudkan akses sanitasi layak tidak bisa hanya bertitik berat pada pemerintah semata. Namun perlu melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat," katanya.

Sejalan dengan itu, Pemerintah Kota Pariaman juga terus membuat sarana dan prasarana untuk mewujudkan sanitasi layak dan aman dengan berpijak pada Strategi Sanitasi Kota (SSK).

Pada 2019 pemerintah kota melalui Dinas Perumahan Tata Ruang Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup, telah menyalurkan bantuan berupa tangki septik komunal serta Instalasi Penglahan Air Limbah (IPAL) Komunal bagi warga.

Kepala Bidang Perumahan Rakyat dan Pengawasan Permukiman Deki Asar merinci bantuan Ipal komunal yang memiliki kapasitas 50 Kepala Keluarga (KK) telah dibuat di tujuh desa atau kelurahan, masing-masingnya mempunyai lima titik.

"Itu didapat dengan sumber anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah pusat," katanya.

Sementara tangki septik komunal yang dananya berasal dari IDB sudah disebar pada 12 lokasi, dengan daya tampung untuk 5 KK.

Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Perumahan Tata Ruang Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Triana Sari menambahkan untuk menuju sanitasi layak dan aman, limbah dari tangki septik tidak boleh merembes ke tanah.

Karena tangki septik sejatinya harus memenuhi ketentuan, bukan hanya berupa berupa cincin beton tanpa lantai yang mengakibatkan limbah merembes ke dalam tanah.

"Dengan Ipal serta tangki septik yang layak maka limbah akan melalui sejumlah proses di dalamnya. Tinja dan cairan akan dipisah, dan yang keluar hanyalah limbah cair. Itupun kadarnya sudah tidak lagi membahayakan lingkungan," katanya.

Dalam upaya mewujudkan sanitasi layak dan aman pihaknya pada 2020 juga berencana membangun Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), dengan lokasi di Tungkal, Kecamatan Pariaman Utara.

Juga telah diusulkan tangki septik individual sebanyak 1.500 unit, dan penambahan 67 tangki septik komunal.

Hanya saja tidak bisa dipungkiri bahwa sanitasi layak dan aman, tidak bisa terwujud tanpa adanya kesadaran serta perubahan perilaku dari masyarakat.

Mulai dari berhenti buang air besar sembarangan, atau membuat jamban yang layak serta aman bagi lingkungan.

Menyigi Sanitasi Payakumbuh

Berbicara tentang komitmen untuk memperbaiki sanitasi, tentu tidak akan lengkap kalau tidak memasukkan Kota Payakumbuh Sumatera Barat .

Pasalnya, daerah yang memiliki waktu tempuh sekitar empat jam dari Kota Pariaman ini, sekarang telah seratus persen terakses sanitasi layak. Bahkan daerah itu sudah mulai pindah haluan dari status "layak" menjadi "aman".

Sehingga tidak berlebihan jika Payakumbuh diganjar penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Awards 2019 dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, atau enam kali berturut-turut meraih gelar Kota Sehat Wistara.

"Setelah sanitasi layak, kami saat ini tengah mewujudkan sanitasi aman. Dengan mulai mengganti tangki septik yang sudah dipakai sebelumnya," kata Kepala Dinas Perumahan Tata Ruang Kawasan Permukiman Kota Payakumbuh Marta Winanda.

Bantuan tangki septik secara gratis diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dengan menyasar warga miskin sehingga mempunyai toilet yang layak.

Langkah awal yang dilakukan adalah memberikan tangki septik bertapak, secara cuma-cuma pada masyarakat yang belum memilikinya.

Dalam tiga tahun terakhir sudah menjangkau sekitar 2.800 KK untuk daerah dengan lima kecamatan tersebut.

Sedangkan bagi warga yang mampu sosialisasi tersu digencarkan agar mereka memiliki kesadaran membangun tangki septik individu secara pribadi.

Saat ini kota yang memiliki 33.046 KK, dan jumlah rumah 28 ribu unit itu tengah menyusun data primer secara tersendiri terkait akses sanitasi, agar setiap program dapat berjalan tepat sasaran. Sesuai dengan Strategi Sanitasi Kota (SSK).

Bisa dikatakan di Payakumbuh sekarang sudah tidak ada lagi masyarakat yang buang air besar sembarangan, atau menyalurkan langsung limbah ke drainase, sungai, atau kolam.

Ia membagi cerita bahwa hasil yang dicapai oleh Payakumbuh saat ini bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Karena prosesnya telah dimulai beberapa tahun lalu.

Salah satu tantangan di dalam proses itu adalah mengubah pola pikir masyarakat.

Namun sosialisasi terus dilakukan secara bertahap untuk mengubah pola pikir tersebut.

Pemerintah setempat juga mempunyai program Mandi Cuci Kakus (MCK) Plus, yang ditujukan pada kawasan padat ataupun lokasi wisata. Hingga saat ini MCK Plus sudah ada di 30 titik.

Pada bagian lain, pemerintah Kota Payakumbuh juga akan melakukan perbaikan terhadap Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) yang kini sudah berumur sekitar 23 tahun.

Fasilitas untuk menampung limbah itu berdiri di lahan seluas satu hektare, berlokasi di Sungai Durian daerah setempat.

Perbaikan yang dimaksud meliputi pembaruan teknologi yang ada di IPLT, untuk menunjang fungsinya sebagai penampung dan memproses limbah tinja yang disedot dari rumah warga.

Ia mengatakan persoalan sanitasi melibatkan banyak OPD seperti Dinas Kesehatan, Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan Tata Ruang Permukiman sendiri.