Tiga persen TNI terpapar radikalisme, benarkah?

id BNPT,Komisi III DPR,radikalisme,TNI terpapar radikalisme

Tiga persen TNI terpapar radikalisme, benarkah?

Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius. ANTARA/Humas BNPT

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, bertanya kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, terkait informasi tiga persen personil TNI terpapar radikalisme.

"Dalam kaitan terkait pernyataan Ryamizard (mantan Menteri Pertahanan) bahwa ada tiga persen personel TNI terpapar radikalisme/ terorisme, itu bagaimana?," kata Sudding, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Hal itu dia katakan dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Alius dan delegasinya, di Ruang Rapat Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dalam rapat kerja itu, Alius mengaku tidak mengetahui data dari mana yang dipakai Ryamizard sehingga menyebut 3 persen anggota TNI terpapar radikalisme.

Ia mengatakan data yang dipaparkan mantan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, yang menyebutkan bahwa sekitar tiga persen anggota TNI sudah terpapar paham radikalisme tidak akurat.

Selama Ryacudu menjabat, tidak ada satupun pejabat resmi yang menanyakan hal itu langsung kepada sang menteri pertahanan itu.

"Tidak akurat. Tidak (ada data), mungkin bapak bisa tanya sama Mabes TNI," ujar Alius.

Ia menjelaskan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (saat itu), Wiranto, langsung menghubungi dia, sesaat setelah Ryacudu menyampaikan pernyataan terkait tiga persen anggota TNI yang terpapar radikalisme pada Juni 2019.

"Ketika ada pernyataan itu, kami ditelepon Pak Wiranto langsung. Kami juga tidak tahu Pak, silakan bapak tanya Pak Menhan (Ryamizard) karena kami juga tidak punya data itu, bahkan saya dengar juga akan ada penelitian masalah tersebut. Jadi data tidak pernah kami dapatkan tapi kami dapatkan informasi-informasi," ujarnya.

Alius mengatakan, lembaganya memetakan radikalisme di berbagai instansi seperti di ASN lalu pihaknya bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mereduksinya.

Menurut dia, upaya mereduksi radikalisme/ terorisme juga dilakukan di perguruan tinggi namun tidak pernah merilis jumlah perguruan tinggi sekian yang terpapar karena tebal tipisnya berbeda-beda.

"Kami berikan ceramah bahkan guru besar kumpul kami berikan penjelasan jangan aneh-aneh ini NKRI. Kami tekankan itu di lembaga terkenal Indonesia, tapi jangan rilis hal yang memperkeruh suasana yang menimbulkan ketakutan, ini yang coba kami akselarasi," katanya.