Kominfo enggan berspekulasi terkait peretasan WhatsApp

id Menkominfo,Kominfo,peretasan whatsapp,sumbar terkini

Kominfo enggan berspekulasi terkait peretasan WhatsApp

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate ditemui usai acara "Gerakan Menuju 100 Smart City 2019" di Jakarta, Rabu (6/11/2019). (ANTARA/Arindra Meodia)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate tidak ingin berspekulasi bahwa Indonesia menjadi korban peretasan WhatsApp oleh perusahaan dari Israel, yang dikabarkan menggunakan nomor asal Indonesia.

"Nanti dicek dulu. Belum tahu, tidak bisa kira-kira, mesti yang pasti nanti," ujar Johnny, ditemui usai acara "Gerakan Menuju 100 Smart City 2019" di Jakarta, Rabu.

Untuk mengantisipasi, Johnny mengatakan akan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam pertukaran informasi soal peretasan yang melibatkan WhatsApp dan perusahaan Israel tersebut.

"Iya kan BSSN lembaga negara, kita harus lihat dulu. Jangan berandai-andai dulu," kata dia.

Sebelumnya, kasus peretasan WhatsApp oleh NSO Group, yang melibatkan nomor seluler Indonesia juga sempat disinggung dalam rapat kerja Kominfo dengan Komisi I DPR RI, di DPR, Selasa (5/11).

"Pertanyaan saya apakah Kemenkominfo sudah lakukan investigasi soal ini atau belum. Kalau sudah hasilnya apa, dan tindakan yang sudah diambil apa untuk melindungi masyarakat Indonesia yang menggunakan WhatsApp," ujar Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta.

Namun, peserta rapat menganggap jawaban atas kasus tersebut tidak perlu diberikan pada saat itu.

WhatsApp menuntut perusahaan teknologi asal Israel, NSO Group, karena membuat perangkat lunak spyware yang disisipkan ke server WhatsApp untuk meretas sejumlah pengguna mereka.

Perangkat lunak tersebut diduga berdampak pada 1.400 pengguna antara lain di AS, Uni Emirat Arab, Bahrain, Meksiko, India dan Pakistan, dikutip dari Reuters.

Pejabat senior pemerintahan di beberapa negara, terutama negara yang bersekutu dengan Amerika Serikat diduga menjadi korban peretasan ini.

India menyatakan korban peretasan termasuk jurnalis, akademisi, pengacara dan pembela komunitas di India.

Sejumlah media memberitakan peretas menggunakan nomor asal Indonesia dalam kasus ini.