Padang, (ANTARA) - Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggandeng PW Aisyiyah dalam menyosialisasikan susu kental manis (SKM) bukan pengganti Air Susu Ibu (IBU) sehingga berbahaya jika diberikan kepada anak.
Ketua Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat di Padang, Selasa mengatakan dalam fikiran masyarakat sudah tertanam persepsi bahwa SKM sebagai susu bernutrisi sehingga mereka memberikan kepada anak.
Menurut dia hal ini terjadi akibat iklan SKM sebagai susu sudah ada sejak hampir seabad silam dan tercipta pemahaman produk tersebut susu bernutrisi.
Ia mengatakan sejumlah pihak telah meminta produsen untuk menghentikan iklan SKM sebagai susu sesuai Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 31 Tahun 2018 tentang Produk Pangan Olahan.
Menurut dia perka BPOM melarang visualisasi iklan SKM dengan menampilkan anak-anak berusia di bawah lima tahun dalam bentuk apa pun.
Selain itu BPOM juga melarang produsen menggunakan visualisasi SKM setara dengan produk susu lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi seperti susu sapi.
“Jangan lagi iklan SKM menampilkan gambar gelas yang menggambarkan SKM sebagai minuman tunggal, bergizi dan baik untuk pertumbuhan anak. Iklan SKM harus memberikan edukasi bahwa produk itu hanya makanan tambahan,” katanya.
Ia mengatakan peraturan ini dipatuhi, sehingga produsen tidak lagi mengiklankan SKM sebagai susu namun faktanya masih ditemui iklan SKM dengan gambar gelas, yang bisa dikonotasikan bahwa peruntukan SKM sebagai minuman tunggal.
"Ini menunjukkan bahwa produsen masih belum berhenti mengiklankan SKM sebagai susu," katanya.
Pihaknya pernah melakukan survei di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau dan menemukan fakta bahwa ibu-ibu memberikan SKM pada anak mereka setiap hari.
“Anak-anak ini meminum SKM layaknya susu bubuk sebagai penambah gizi,” katanya.
Ia mengatakan kandungan protein dalam SKM yang diproduksi di Indonesia sangat kecil yakni protein 2,3 persen lebih rendah dari ketentuan BPOM yaitu 6,5 persen dan ketentuan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) adalah 6,9 persen.
Sementara kandungan gula lebih tinggi yakni diatas 50 persen, padahal WHO memberikan syarat maksimal 20 persen.
“Jadi kalau minum SKM bukan minum susu, tapi minum gula rasa susu," katanya.
Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) sendiri bekerja sama dengan PW Aisyiah menggelar acara Peduli Gizi Anak Generasi Emas 2045 di Aula PW Aisyiyah Sumbar pada Selasa.
Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk seminar ini dalam rangka Hari Kesehatan Nasional dengan menghadirkan narasumber Kepala Dinas Kesehatan Sumbar dr Merry Yuliesday dan pihak BBPOM Sumbar Hilda Murni.
Sementara Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Noor Rachmah Praktinya mengakui masih terjadi salah pemahaman tentang SKM ini.
"SKM bukan sebagai susu, tetapi hanya untuk campuran makanan dan dampak dari konsumsi SKM yang berlebihan terhadap kesehatan anak sangat besar," kata dia
Menurut dia apabila anak mengonsumsi dua gelas SKM sehari akan melebihi kebutuhan gula harian dan kelebihan gula tersebut akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak sehingga bisa menyebabkan kegemukan pada anak.
"Karena itu, kami menunjukkan komitmen untuk terus melakukan edukasi kepada jamaah Aisyiyah untuk menerapkan pola makan dan pola asuh yang baik," katanya.
Berita Terkait
Guardiola: Pengalaman bukan faktor penting untuk menjadi juara
Rabu, 3 April 2024 9:09 Wib
Ombudsman imbau pegawai bukan ASN lapor bila terlambat terima THR
Rabu, 20 Maret 2024 14:36 Wib
Van Dijk nilai Imbang lawan City bukan hasil yang buruk
Senin, 11 Maret 2024 6:38 Wib
Menpora tegaskan proses Cyrus jadi WNI bukan naturalisasi
Kamis, 29 Februari 2024 19:04 Wib
Tottenham kalah, Postecoglou bilang "saya bukan pesulap"
Minggu, 18 Februari 2024 5:26 Wib
Diskusi Pelayanan Publik Bersama Ombudsman RI, Ekos Albar : Padang Harusnya Ranking 1, Bukan 7
Kamis, 1 Februari 2024 13:22 Wib
Kapolresta: Ledakan di Rumah Sakit Semen Padang bukan bom
Selasa, 30 Januari 2024 18:48 Wib
Akademisi duga Maruarar Sirat mundur bukan karena alasan ideologis
Selasa, 16 Januari 2024 16:38 Wib