KSPPS Padang yang melawan stigma "uang bantuan pemerintah"

id lambang koperasi

KSPPS Padang yang melawan stigma "uang bantuan pemerintah"

Lambang Koperasi (istimewa)

Padang (ANTARA) - Kekurangan modal adalah persoalan klasik saat bicara tentang pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), tidak terkecuali di Kota Padang, Sumatera Barat.

Tanpa modal untuk diputarkan, bagaimana cara mau membuka usaha? Cara fikir yang lazim. Lagi-lagi, klasik. Namun bukankah hampir semua orang yang ingin membuka usaha memiliki pemikiran yang sama?

Mutlak atau tidaknya modal untuk membuka usaha itu tentu saja sangat bisa diperdebatkan, terutama saat media sosial sebagai media untuk berusaha telah terbuka luas.

Tetapi membuka ruang pemikiran mayoritas orang yang telah kadung terkungkung pemahaman klasik, bukan perkara mudah. Tapi juga bukannya tidak mungkin. Setidaknya, nanti suatu saat, pergeseran generasi akan melakukannya secara alamiah.

Namun sebelum "perubahan alamiah" itu terjadi, pemahaman umum itu tentu harus dihargai. Mereka yang benar-benar ingin berusaha tapi tak memiliki akses pada perbankan, penting untuk diberi stimulus.

Dengan sedikit stimulus itu, mereka bisa memulai usaha dan mungkin saja nanti akan tumbuh menjadi "enterpreneur" baru. Tidak hanya sekadar meningkatkan kesejahteraan, tetapi bisa menjadi penggerak roda perekonomian.

Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) menjadi salah satu program yang dipilih Pemkot Padang untuk menjadi pemberi stimulus itu. Masyarakat yang ingin berusaha tetapi tidak memiliki cukup modal, didorong untuk menjadi anggota koperasi.

Pemkot Padang memberikan semacam modal penyertaan untuk KSPPS berupa dana hibah atau dari penarikan dana Kredit Mikro Kelurahan (KMK). Dana itu yang digulirkan sebagai pinjaman kepada anggota yang ingin membuka usaha sendiri.

Masyarakat bisa mendapatkan stimulus dengan sistem syariah dan bisa memulai usaha. Agar lebih maksimal KSPPS didirikan di seluruh kelurahan di Kota Padang. Saat ini menurut data Dinas Koperasi dan UMKM jumlah KSPPS mencapai 107 unit dan akan terus ditingkatkan jumlahnya.

Melawan stigma pinjaman adalah bantuan pemerintah

Suntikan dana dari pemerintah kepada KSPPS pada satu sisi sangat membantu untuk pembiayaan bagi anggota. Namun di sisi lain memunculkan stigma bahwa pinjaman itu adalah bantuan pemerintah yang tidak wajib untuk dikembalikan. Seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang pernah pula digulirkan pemerintah.

Manajer KSPPS Cupak Tangah Rona Meiga Fitria mengakui hal itu. Ia menyebut itu sebagai salah satu kendala yang harus dihadapi oleh KSPPS saat ini. Memang, yang memiliki pandangan seperti itu hanya segelintir pada awalnya. Hanya oknum. Namun, lama kelamaan menjadi "wabah" yang sulit diatasi.

Cukup satu orang oknum yang tidak mau membayar angsuran ke koperasi dengan alasan itu, maka akan ada yang mengikuti. Semakin lama bisa semakin banyak jika tidak disikapi dengan bijak.

Padahal, sejak awal telah disebutkan bahwa bantuan modal usaha yang diberikan adalah pinjaman yang wajib untuk dikembalikan. Padahal sudah dipastikan bahwa semua anggota yang meminjam telah memahami hal itu. Padahal...

Tapi begitulah. Diantaranya yang lurus, ada saja satu dua yang bengkok. Sayangnya dalam kasus ini, yang bengkok itu kadang dijadikan contoh. Contoh yang buruk.

Bahkan KSPPS Cupak Tangah Kecamatan Pauh yang ditetapkan sebagai (KSPPS) terbaik di Padang pada 2019 juga menemui persoalan yang nyaris serupa. Ada saja oknum yang merasa pinjaman adalah bantuan pemerintah. Tidak mau mengembalikan sehingga tercatat sebagai kemacetan.

Butuh strategi yang berbeda pada masing-masing KSPPS untuk menyelesaikan persoalan kemacetan itu. Strategi yang disesuaikan dengan kondisi dan karakter anggota yang menunggak.

Khusus bagi mereka yang terlanjur menganggap pinjaman itu adalah bantuan, harus diberikan pemahaman kembali. Pinjaman adalah hutang. Hutang tidak akan selesai jika tidak dibayar dan akan dibawa mati, menjadi beban.

Sejalan dengan jenis koperasi syariah, dan anggota yang mayoritas muslim, pendekatan menggunakan pemahaman agama tentang hutang piutang, dirasa cukup bisa membantu.

Koperasi bantu kurangi angka kemiskinan warga kota

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Padang, pada 2018 terdapat 44,04 ribu jiwa penduduk miskin di kota itu. Angka tersebut mengalami penurunan dari 2017 yang mencapai 4,74 persen.

Koperasi diyakini menjadi salah satu "sekrup" dalam berbagai program pengentasan kemiskinan yang telah digagas dan dilaksanakan oleh pemerintah kota. Karena itu ke depan, perannya diharapkan menjadi lebih baik.

Saat ini berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM Kota Padang terdapat 717 koperasi yang terdaftar dan 54 diantaranya berstatus tidak aktif. Berdasarkan data itu jumlah keanggotaan koperasi di Kota Padang mencapai 209.699 orang dengan aset mencapai Rp1,3 triliun.

Ke depan tantangan koperasi adalah era digital. Era revolusi industri 4.0. Pengurus koperasi harus berbenah menyongsong era itu. Tekhnologi berbasis digital menjadi kewajiban untuk dikuasai dan dimanfaatkan untuk operasional dan pengembangan koperasi.

Ia menyebut transformasi menjadi koperasi yang lebih baik kadang terkendala oleh mental dari pengurus koperasi itu sendiri. Ia berharap hal itu tidak terjadi di Kota Padang.

Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sumbar Zirma Yusri mengatakan setiap koperasi memiliki tantangannya sendiri, termasuk koperasi syariah. Namun secara umum ukuran untuk menilai koperasi sehat atau tidak adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Ia mendorong agar semua koperasi di Kota Padang agar bisa menggelar RAT sebelum Maret 2020. *