Jakarta (ANTARA) - Mundurnya Komisioner KPK merupakan wujud resistensi terhadap Pemerintah yang mendukung revisi UU KPK sekaligus mencari sensasi untuk mendapat simpati publik karena memang jabatannya sudah akan berakhir pada Desember mendatang.
Analis Politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan hal itu melalui telepon selulernya menjawab pertanyaan ANTARA, di Jakarta, Sabtu.
Pernyataan Pangi Syarwi tersebut menanggapi pernyataan sikap Komisioner KPK, yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif, yang menyatakan mundur dari jabatannya dan menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo, karena menilai prihatin dengan kondisi pemberantasan korupsi saat ini.
Menurut Pangi Syarwi, dalam negara demokrasi pro-kontra adalah lumrah, hal itu menunjukkan demokrasi berjalan sehat. "Kalau ketiga Komisioner KPK itu menyatakan mundur sekarang, ya karena jabatannya sudah akan berakhir pada Desember mendatang, dan tidak terpilih lagi," katanya.
Magister Ilmu Politik alumni Universitas Indonesia ini menuturkan, langkah Pemerintah mendukung revisi UU KPK sudah benar. Revisi UU KPK yang diusulkan DPR RI, menurut dia, untuk penguatan kinerja KPK, dan Presiden Joko Widodo sudah mempelajari pasal demi pasal dalam RUU KPK secara cermat.
"Mana pasal yang menguatkan KPK serta mana pasal yang melemahkan KPK. Dalam naskah DIM yang disampaikan Pemerintah ke DPR, Presiden Jokowi tidak menerima semua usulan, tapi beliau hanya mendukung pasal penguatan KPK," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Pangi menyatakan gerakan mundur yang dilakukan tiga Komisioner KPK itu, ada kecurigaan memiliki agenda terselubung.
"Saya curiga, ini agenda siapa? Siapa yang mensponsori menolak revisi UU KPK? Saya heran KPK kok bekerja seperti LSM, menggalang opini publik. Saya katakan sekali lagi, KPK itu bekerja tidak perlu dukungan opini publik, grasak-grusuk mencari pembelaan sana-sini, fokus saja bekerja dalam senyap dan bekerja berdasarkan undang-undang," katanya.
Pangi menegaskan, publik patut curiga terhadap gerakan yang dilakukan Komisioner KPK, apakah betul agenda rakyat.
"Jangan-jangan ini agenda kelompok oligarki dan feodal yang selama ini fanatik membela KPK. Setahu saya, UUD 1945 saja bisa direvisi untuk tujuan perbaikan, apalagi UU KPK yang secara hirarki di bawah konstitusi. UU itu kan buatan manusia dan bukan kitab suci," katanya.
Menurut Pangi Syarwi, kalau DPR RI yang memiliki kewenangan legislasi ingin merevisi untuk perbaikan, ya bisa dilakukan. Revisi UU KPK sasarannya, misalnya untuk peningkatan terhadap pengawasan KPK sehingga lebih tranparans soal anggaran dan cara kerjanya.
Berita Terkait
Bupati Pesisir Selatan pilih rehabilitasi pasca bencana fokus pada kerugian petani
Sabtu, 16 Maret 2024 14:38 Wib
Puluhan narapidana Lapas Alahan Panjang antusiasme salurkan hak pilih
Rabu, 14 Februari 2024 19:20 Wib
Pasien RSJ HB Saanin Padang gunakan hak pilih pada Pemilu 2024
Rabu, 14 Februari 2024 16:22 Wib
Tahanan Polresta Padang gunakan hak pilih di TPS mobile
Rabu, 14 Februari 2024 15:25 Wib
Ratusan narapidana Lapas Padang antusiasme salurkan hak pilih
Rabu, 14 Februari 2024 12:11 Wib
Pemilu Serentak 2024, Sekdako Padang dan Istri Gunakan Hak Pilih di TPS 1 Rimbo Kaluang
Rabu, 14 Februari 2024 11:16 Wib
Menteri BUMN gunakan hak pilih di TPS Tebet Jakarta
Rabu, 14 Februari 2024 10:20 Wib
Wapres dan istri pamer jari kelingking usai gunakan hak pilih
Rabu, 14 Februari 2024 10:17 Wib