New York, (ANTARA) - Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) namun membukukan kerugian mingguan, karena kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat melebihi petunjuk kemajuan dalam sengketa perdagangan AS-China.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November turun 0,16 dolar AS menjadi ditutup pada 60,22 dolar AS per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 0,24 dolar AS menjadi menetap di 54,85 dolar AS per barel.
Brent turun 2,1 persen untuk minggu ini, penurunan pertama dalam lima minggu. WTI kehilangan sekitar tiga persen dalam seminggu, penurunan pertama dalam tiga minggu.
Dua negara ekonomi terbesar di dunia telah melakukan gerakan perdamaian saat mereka bersiap untuk pembicaraan baru. China akan membebaskan beberapa produk pertanian AS dari tarif tambahan, kata kantor berita resmi China, Xinhua.
Namun demikian, harga minyak tetap di bawah tekanan oleh kekhawatiran tentang prospek permintaan yang lebih lemah.
"Harga minyak tampaknya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi global telah dipengaruhi oleh tarif, sementara pasar lainnya seperti ekuitas tampaknya lebih fokus pada kemajuan masa depan," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Badan Energi Internasional (IEA) minggu ini mengatakan pasar minyak bisa berakhir dalam surplus tahun depan, meskipun ada pakta oleh OPEC dan sekutunya untuk membatasi pasokan yang sebagian besar diimbangi dengan pertumbuhan produksi AS.
Perusahaan energi AS minggu ini mengurangi jumlah rig minyak yang beroperasi selama empat minggu berturut-turut, memotong lima rig minggu ini dan menjadikan totalnya turun menjadi 733 rig, terendah sejak November 2017, perusahaan jasa energi General Electric Co Baker Hughes mengatakan.
Harga Brent telah meningkat sekitar 12 persen sejauh pada tahun ini, dibantu oleh kesepakatan antara OPEC dan sekutu, yang dikenal sebagai OPEC+, untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari.
Komite pemantau OPEC+ minggu ini memastikan janji dari anggota OPEC Nigeria dan Irak untuk memberikan bagian mereka dari pemotongan, sesuatu yang telah gagal mereka lakukan sejauh ini, tetapi sejauh ini kelompok tersebut belum memutuskan untuk memperdalam pembatasan.
Beberapa delegasi OPEC mengatakan gagasan pemotongan yang lebih besar untuk tahun depan mendapatkan dukungan, meskipun menteri energi baru Arab Saudi mengatakan pembicaraan tentang masalah itu akan dibiarkan sampai pertemuan OPEC+ berikutnya pada Desember.
Tetapi "jika kesepakatan perdagangan AS-China tercapai, mereka mungkin harus meningkatkan produksi, bukan memotong," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago, dalam sebuah catatan. (*)
Berita Terkait
Pertamina cek kualitas BBM dua SPBU di Kota Padang
Jumat, 5 April 2024 19:12 Wib
Antisipasi tumpahan minyak di perairan Dumai
Rabu, 3 April 2024 21:19 Wib
Kilang Balikpapan tingkatkan kapasitas jadi 360 ribu barel
Minggu, 31 Maret 2024 11:46 Wib
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Pemkab Agam olah limbah plastik jadi bahan bakar minyak
Kamis, 22 Februari 2024 9:05 Wib
Pabrik pengolahan minyak sawit di Aceh Tamiang terbakar
Jumat, 16 Februari 2024 5:53 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 7:56 Wib