Telah diatur UU Kesehatan, ICJR dan PKBI tolak pasal aborsi masuk RKUHP

id Icjr, ruu kuhp, rkuhp, aborsi

Telah diatur UU Kesehatan, ICJR dan PKBI tolak pasal aborsi masuk RKUHP

Arsip Polisi menunjukkan barang bukti dan tersangka saat ungkap kasus praktik aborsi ilegal di Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/6/2019). (Foto Didik Suhartono)

Jakarta, (ANTARA) - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menolak rumusan pasal terkait dengan penguguran kandungan atau aborsi masuk dalam RKUHP karena larangan aborsi telah diatur dalam UU Kesehatan.

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan secara progresif mengatur tentang aborsi dan kondisi yang memperbolehkan aborsi dilakukan.

Baca juga: Polisi bongkar praktik aborsi di Klinik Aditama

Di antaranya apabila pada kehamilan terdapat indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis korban perkosaan.

"Dalam Pasal 77 UU Kesehatan juga telah dinyatakan bahwa Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab," kata Maidina.

UU Kesehatan juga telah mengatur ketentuan pidana aborsi yang dilakukan di luar pengecualian yang diatur.

Baca juga: Dinkes pastikan Klinik Tambun digerebek polisi karena jalankan praktik aborsi tak kantongi izin resmi

ICJR dan PKBI mengkritisi masuknya pasal-pasal aborsi dalam RKUHP selain hanya menyalin konsep KUHP sekarang, padahal UU Kesehatan saat ini merupakan salah satu momentum kunci pengaturan tentang aborsi di Indonesia.

"Aspek kesehatan merupakan pertimbangan pertama terkait dengan praktik aborsi. Aborsi boleh dilakukan dengan pengecualian, dan UU Kesehatan juga mengatur pemidanaannya," ucap Maidina.

Pasal dalam RKUHP pun dinilai diskriminatif terhadap korban perkosaan karena memuat setiap perempuan yang mengugurkan kandungan dapat dipidana, sedangkan tidak untuk dokter yang melakukan penguguran kandungan atas indikasi medis dan untuk korban perkosaan. (*)

Baca juga: MUI : penerapan praktik aborsi legal mesti selektif

Baca juga: KPPPA nilai aborsi langgar hak anak meskipun undang-undang memberikan pengecualian

Baca juga: Pemerintah siapkan layanan aborsi yang sesuai peraturan perundang-undangan