Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua KPK RI Laode M. Syarif menolak rencana Badan Legislatif DPR yang mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Yang jelas KPK tidak membutuhkan perubahan UU KPK," kata Laode saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Pimpinan Baleg DPR telah mengirim surat kepada Wakil Ketua DPR RI tertanggal 3 September untuk menjadwalkan penetapan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang KPK.
"RUU tersebut di atas telah diputuskan dalam rapat Badan Legislatif pada tanggal 3 September sebagai RUU usulan Badan Legislatif. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya RUU dimaksud dapat disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR pada rapat paripurna DPR RI tersebut," demikian disebutkan Wakil Ketua Baleg DPR RI Sudiro Asno dalam suratnya.
Materi muatan revisi UU KPK tersebut meliputi:
Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meski KPK merupakan cabang kekuasaan eksekutif, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang tunduk pada peraturan di bidang aparatur sipil negara
Kedua, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun, pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK.
Ketiga, KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia. Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lain sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
Keempat, di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan korupsi, setiap instansi, kementerian, dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggara negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan
Kelima, KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah lima orang. Dewan Pengawas KPK tersebut dalam menjalankan tugas dan wewenang dibantu oleh organ pelaksana pengawas.
Keenam, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut bila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan atau berdasarkan putusan praperadilan.
"Kami tidak diberi tahu soal substansi RUU tersebut," tambah Laode.
Berita Terkait
Anggota DPD cari masukan tentang UU Pemerintah Daerah ke DPRD Sumbar
Senin, 15 Januari 2024 9:00 Wib
MK putuskan uji materi batas usia maksimal capres-cawapres hari ini
Senin, 23 Oktober 2023 9:18 Wib
DPRD tegaskan Mentawai bagian tidak terpisahkan dari Sumbar
Minggu, 1 Oktober 2023 13:48 Wib
Hamdan Zoelva: Perlu adanya revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji agar lebih optimal
Senin, 18 September 2023 8:18 Wib
KDRT masih dianggap urusan pribadi kendala implementasi UU PKDRT
Kamis, 14 September 2023 7:02 Wib
Gubernur: Siapkan generasi muda Sumbar berakhlak amanat UU
Sabtu, 12 Agustus 2023 18:47 Wib
Buruh tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja
Kamis, 10 Agustus 2023 18:38 Wib
Gubernur Sumbar: PPPK harus pahami UU ASN
Selasa, 8 Agustus 2023 13:55 Wib