LP2M : perlakukan diskriminatif sebabkan perempuan sulit terpilih di legilastif

id keterwakilan perempuan di politik, diskriminasi perempuan, jumlah perempuan di DPRD Sumbar

LP2M : perlakukan diskriminatif sebabkan perempuan sulit terpilih di legilastif

Istri Gubernur Sumbar yang juga anggota DPR RI terpilih 2019-2024 (dua dari kiri) tampil sebagai pembicara pada diskusi perempuan pejabat publik dengan tema Peran Perempuan Legislatif dan Eksekutif Untuk Mendorong Kebijakan Yang Peka Gender  Inklusi dan Kepemimpinan Perempuan, diselenggarakan LP2M  bekerja sama dengan Kementerian PPN/ Bappenas dan Australian Goverment di Padang, Sabtu (31/8) (Antara / Ikhwan Wahyudi)

Padang, (ANTARA) - Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Sumatera Barat mengungkapkan minimnya perempuan yang menjadi sebagai legislator di DPRD disebabkan adanya perlakuan diskriminatif sehingga sulit terpilih.

"Kendati sudah ada aturan kuota perempuan minimal 30 persen, tapi mulai dari proses pencalonan sudah banyak diskriminasi dan selama ini keberadaan perempuan tak lebih sekadar pemenuh kuota semata," kata Koordinator Program Advokasi LP2M Sumbar Sri Ambarwati di Padang, Sabtu

Ia menyampaikan hal itu pada diskusi perempuan pejabat publik dengan tema Peran Perempuan Legislatif dan Eksekutif Untuk Mendorong Kebijakan Yang Peka Gender Inklusi dan Kepemimpinan Perempuan diselenggarakan LP2M bekerja sama dengan Kementerian PPN/ Bappenas dan Australian Goverment.

Menurutnya partai politik belum serius melakukan pengkaderan terhadap perempuan dan masih menjadikan sebagai pemenuhan regulasi kuota keterwakilan 30 persen.

"Akses perempuan untuk mendapatkan informasi, bagaimana menjadi caleg yang potensial sudah dibatasi sejak awal oleh partai politik," ujarnya

Tak hanya itu bentuk diskriminasi lainnya, kalau caleg pria kampanye difasilitasi sedangkan perempuan tidak sehingga sosialisasi minim, ujarnya.

Lalu soal nomor urut perempuan di kertas suara jarang berada di urutan atas dan lebih banyak di bawah, lanjutnya.

Ia menilai kalau pun ada perempuan yang diberikan nomor urut satu tetap saja dalam proses pencoblosan ada narasi laki-laki lebih memiliki kapasitas.

Kemudian kondisi tersebut diperburuk oleh cara pandang masyarakat terhadap caleg perempuan yang masih dianggap lemah dan dipandang tidak sanggup menjalankan tugas serta memimpin.

"Ada banyak alasan yang sifatnya personal terhadap perempuan yang ada di pikiran masyarakat sehingga caleg perempuan banyak tak dipilih dalam pemilu," katanya.

Ia mengemukakan perempuan tidak percaya kepada sesama perempuan dan ini disebabkan oleh sistem budaya yang memandang perempuan adalah makhluk yang lemah.

Oleh sebab itu perlu didorong kepemimpinan perempuan untuk melahirkan sosok potensial yang bisa berkiprah di legislatif dan eksekutif guna memperjuangkan hak kaumnya.

Sementara Istri Gubernur Sumbar Nevi Zuarina yang merupakan anggota DPR RI terpilih 2019-2014 mengatakan budaya patriarki masih kental di masyarakat sehingga perempuan sulit mendapatkan tempat di dunia politik.

Di Sumbar saja pada periode 2014-2019 ada tujuh orang anggota DPRD Sumbar perempuan , sekarang merosot hingga 50 persen menjadi empat orang, ujarnya

Ia mengidentifikasi faktor lain sulitnya perempuan berkiprah di politik karena mengalami masalah ekonomi rumah tangga.

Oleh sebab itu ia bertekad akan mempermudah akses ekonomi bagi perempuan sehingga perempuan bisa lebih banyak berkiprah di dunia politik.