KPK sesalkan praktik suap impor bawang putih libatkan wakil rakyat di DPR RI

id KPK, KASUS, SUAP, IZIN, IMPOR BAWANG PUTIH, I NYOMAN DHAMANTRA

KPK sesalkan praktik suap impor bawang putih libatkan wakil rakyat di DPR RI

Tim KPK ditemani Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) menunjukkan barang bukti saat jumpa pers penetapan tersangka kasus suap izin impor bawang putih di gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/8/2019) malam. (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta, (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan terjadinya praktik korupsi terkait kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019 yang melibatkan wakil rakyat.

"KPK sangat kecewa dan menyesalkan praktik korupsi seperti ini masih terjadi dan melibatkan wakil rakyat di DPR RI," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/8) malam.

KPK pada Kamis (8/8) malam telah mengumumkan enam tersangka dalam kasus itu. Sebagai pemberi, yaitu tiga orang dari unsur swasta masing-masing Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).

Sedangkan sebagai penerima, yakni anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra (INY), Mirawati Basri (MBS) orang kepercayaan I Nyoman, dan Elviyanto (ELV) dari unsur swasta.

Agus menyatakan bahwa hal yang paling membuat miris adalah ketika perizinan impor salah satu produk pangan yang digunakan hampir keseluruhan masyarakat Indonesia justru dijadikan lahan bancakan pihak-pihak tertentu.

"Dalam kasus ini, KPK menemukan ada alokasi fee Rp1.700 sampai dengan Rp1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia," ucap dia.

Semestinya, kata dia, praktik ekonomi biaya tinggi ini tidak perlu terjadi dan masyarakat dapat membeli produk pangan dengan harga lebih murah jika tidak terjadi korupsi.

Agus menyatakan lembaganya telah melakukan kajian terhadap komoditas pangan strategis, yakni bawang putih selama tahun 2017.

"Temuan KPK, terdapat beberapa hal yang memerlukan perbaikan, yaitu belum adanya disain kebijakan yang komprehensif dari Kementerian Pertanian dalam membangun swasembada komoditas bawang putih," tuturnya.

Selain itu, kata dia, dukungan informasi atas lahan-lahan pertanian yang secara riil bisa dipergunakan dalam mewujudkan swasembada bawang putih juga belum optimal.

Sementara terkait perbaikan pada aspek pelaksanaan, kata Agus, belum optimalnya peran pemerintah dalam mengevaluasi kewajaran kenaikan harga bawang putih di pasar.

"Pada aspek pengawasan, yaitu belum optimalnya pengawasan terhadap distribusi penjualan bawang putih impor," ujar Agus. (*)