Tim hukum Prabowo-Sandi dinilai bangun framing politik teror

id Yusril ihza mahendra, ade irfan pulungan

Tim hukum Prabowo-Sandi dinilai bangun framing politik teror

Ketua tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). Sidang PHPU Pilpres 2019 itu akan dilanjutkan pada Selasa (18/6/2019) dengan agenda mendengar jawaban termohon, keterangan pihak terkait dan Bawaslu. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj

Jakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf menilai tim hukum Prabowo-Sandi tengah membangun framing adanya politik teror dengan jalan meminta perlindungan saksi kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Kami memandang bahwa langkah politik hukum yang ditempuh Tim Penasehat Hukum BPN Paslon 02 sebagai bagian dari upaya membangun framing adanya politik teror," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Senin.

Yusril mengatakan langkah meminta perlindungan saksi seolah-olah ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang mengintimidasi baik fisik maupun psikis terhadap saksi 02.

Sehingga pada saatnya, kata dia, nanti para saksi tidak akan mau menghadiri dan memberikan kesaksian di persidangan MK karena alasan takut diteror sehingga kehilangan kebebasan dan kemandirian dalam memberikan kesaksian.

"Ini berarti Tim Kuasa Hukum BPN Paslon 02 telah dengan sengaja membangun persepsi bahwa pemerintah tidak hadir dalam memberikan perlindungan keamanan dan rasa nyaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Yusril.

Dia menyampaikan negara menjamin dan telah memiliki sistem hukum dalam melindungi saksi pada setiap perkara.

Yusril juga memandang langkah tim Penasehat Hukum 02 adalah langkah yang kurang bijak dan mendidik, bahkan lebih jauh lagi cara tersebut sebagai upaya melumpuhkan akal sehat publik dalam bangunan penegakan hukum.

"Dalam kultur politik demokrasi modern, kami menyadari sepenuhnya penegakan hukum harus dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai dengan hukum yang berlaku dan tak terpikir sedikitpun dari kami akan menggunakan cara- cara kotor berupa teror dalam menjalankan peran dan fungsi kami sebagai bagian penegak hukum," tegasnya.

Dia menegaskan langkah tim hukum Jokowi adalah langkah yang sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

Yusril mempertanyakan apakah tim penasehat hukum 02 tidak mampu menghadirkan saksi fakta yaitu saksi yang akan disumpah dalam persidangan atas kesaksiannya melihat, mendengar dan mengalami secara langsung atas suatu peristiwa hukum.

Sehingga tuduhan adanya teror, kata dia, mungkin akan dijadikan instrumen untuk menutupi kegagalan tersebut.

"Bukankah hal ini yang disebut pembunuhan akal sehat," kata Yusril.

Sekretaris Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf Ade Irfan Pulungan menambahkan bahwa setelah tim kuasa hukum Jokowi memeriksa dengan seksama berbagi gerakan dan isu seputar Pilpres, justru pihak Jokowi-Ma'ruf yang paling disudutkan melalui berbagai gerakan politik partisan dengan cara membuat opini yang mengandung jauh dari kebenaran faktual.

"Seperti berita-berita hoaks atau fitnah seperti kasus Ratna Sarumpaet, kasus surat suara tercoblos sebanyak tujuh kontainer, emak-emak yang memprovokasi masyarakat atas isu larangan azan, RUU LGBT, penghapusan kurikulum agama di sekolah sekolah, pembubaran pondok pesantren dsb, hal ini mencerminkan betapa tidak dewasanya dalam membangun tatanan berdemokrasi berkeadaban," jelas dia.

Kuasa hukum Jokowi mengimbau tim Penasehat Hukum 02 untuk menghentikan langkah-langkah kontra produktif dalam proses penegakan hukum dan bersikap lebih arif serta bijaksana dalam membela kepentingan hukum kliennya dengan mengedepankan cara-cara yang sesuai

dengan koridor hukum yang berkeadaban.

"Sehingga iklim penegakan hukum kita khususnya dalam persidangan perselisihan hasil pemilu di MK RI dapat berjalan lancar, aman, adil dan beradab," jelas dia.