Di Tanah Datar ada hari raya di Pekuburan, seperti apa?

id Hari raya di kuburan,Hari raya ke anam,Tradisi tanah datar

Di Tanah Datar ada hari raya di Pekuburan, seperti apa?

Talam yang bersusun di pandam pekuburan Sipuan Raya Suku Pisang. (Antara Sumbar/Etri Saputra)

Batusangkar, (ANTARA) - Jorong Sikaladi Nagari Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat memiliki tradisi yang unik dalam merayakan lebaran, salah satunya dengan merayakan hari rayo enam (lebaran ke enam) di pandam pekuburan kaum.

Yaitu melakukan ziarah dan berdoa bersama keluarga setelah selesai melakukan puasa enam di bulan Syawal. Yang ditujukan kepada keluarga yang terlebih dahulu meninggal dunia agar amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT.

Mamak Pakiah Batuah dari persukuan Pisang, di Batusangkar Kamis, mengatakan acara tersebut sudah menjadi tradisi dari nenek moyang di Jorong Sikaladi dan masih bertahan sampai saat ini.

Konon, katanya merayakan hari rayo anam bermula di bawah kepemimpinan Kampuang Panji Datuak Tanjuang, kemudian turun kepada Datuak Garang, dari Datuak Garang turun temurun hingga saat ini.

Diperkirakan acara tersebut sudah diwariskan lebih kurang sekitar 400 tahun yang silam dan akan diturunkan kepada anak kamanakan disetiap generasi berikutnya.

Kendati demikian, merayakan hari raya anam bukan sembarangan dirayakan, melainkan ditentukan hari dan waktunya agar doa yang dibacakan benar-benar tepat tujuan dan maksudnya.

Biasanya, masyarakat Sikaladi merayakannya pada Kamis pertama setelah puasa enam dibulan Syawal, dan puncaknya pada petang Kamis di pandam pekuburan Sipuan Raya Suku Pisang dengan menggelar do'a, zikir, dan tahlil bersama.

Mereka meyakini petang Kamis dan malam Jum'at adalah waktu kembalinya arwah nenek moyang mereka ke dunia untuk melihat anak cucunya.

Bagi masyarakat Sikaladi, hari rayo enam sangat meriah jika dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri. Karena pada hari rayo anam itu, seluruh anak kemenakan Jorong Sikaladi, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan berkumpul semuanya.

Masyarakat Jorong Sikaladi saat di pemakaman kaum. (Antara Sumbar/Etri Saputra)


Selain itu, hari rayo anam juga sebagai bentuk merajut tali silaturahmi masyarakat kaum dari pesukuan itu. Dengan berkumpul bersama, seluruh masyarakat kaum dapat saling mengenal antara sesama.

Setiap rumah membawa bekal dengan talam ke pemakaman. Di dalam talam berisikan nasi bungkus untuk diserahkan kepada masyarakat yang hadir, mulai dari anak-anak hingga tokoh masyarakat dan para perantau.

Wakil Bupati Tanah Datar Zuldafri Darma saat menghadiri acara tersebut mengatakan tradisi hari rayo anam adalah salah satu bentuk kekompakan masyarakat Sikaladi dalam menjaga nilai leluhurnya.

Menurutnya hari rayo anam bisa menjadi tradisi yang memiliki potensi wisata yang bisa mendatangkan wisatawan ke daerah itu.

Sehingga nilai budaya yang telah tertanam dan diwariskan itu bisa dikenal orang serta bisa meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar yang berjualan.

Ia mengapresiasi upaya masyarakat Sikaladi dalam menjaga nilai sejarah tersebut. Apalagi pada puncak hari raya enam, warga yang berkumpul melakukan tahlil dan zikir bersama.

Sementara salah seorang warga Sikaladi Sukarni (56), mengatakan hari rayo anam adalah waktunya anak kemanakan Sikaladi berkumpul di kampung halaman, yakni dengan berziarah ke pandam pekuburan kaum bersama-sama.

Masing-masing kaum datang ke pemakaman dengan membawa nasi dengan talam. Di pemakaman itu warga akan melakukan do'a, zikir, serta makan bersama di pemakaman tersebut.

Puncaknya yaitu pada petang Kamis di pandam pekuburan Sipuan Raya Suku Pisang dengan menggelar do'a, zikir, dan tahlil bersama dan melakukan makan bersama.

"Biasanya kalau hari bagus, diperkirakan sampai 200-250 talam yang dibawa ke pandam pekuburan Sipuan Raya tersebut. Karang semua yang bersangkutan dengan suku Pisang datang ke acara tersebut," katanya. (*)