New York, (ANTARA) - Harga minyak dunia turun pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena perselisihan perdagangan Amerika Serikat dengan Meksiko dan China memperdalam kekhawatiran tentang pelemahan permintaan minyak mentah global, sementara penurunan ekuitas juga membebani minyak mentah berjangka.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus turun 0,71 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi ditutup pada 61,28 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun 0,25 dolar AS atau 0,5 persen, menjadi menetap pada 53,50 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Meksiko mengatakan akan menolak gagasan AS untuk menerima pencari suaka Amerika Tengah jika diajukan pada pembicaraan minggu ini dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump, yang mengancam tarif atas masalah imigrasi.
Kemungkinan tarif pada Meksiko datang di atas perang dagang berlarut-larut antara Amerika Serikat dan China yang telah merugikan harga minyak.
"Fokus telah bergeser dari penawaran ke sisi permintaan karena perjanjian perdagangan AS-China telah terbukti sulit dipahami dan karena kekhawatiran mengenai dampak yang melemahkan dari tarif terhadap pertumbuhan ekonomi global kini telah bergeser ke Meksiko," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan.
Penurunan di Wall Street, yang kadang diikuti harga minyak mentah, memperburuk kerugian di minyak berjangka, kata para analis.
Komentar dari Arab Saudi, pemimpin de facto OPEC, menyatakan bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya akan terus bekerja menuju stabilitas pasar minyak pada paruh kedua tahun ini, membantu membatasi kerugian pada Senin (3/6/2019).
“Kami akan melakukan apa yang diperlukan untuk menjaga stabilitas pasar setelah Juni. Bagi saya, itu berarti menarik persediaan dari level sekarang yang tinggi," Menteri Energi Khalid al-Falih mengatakan seperti dikutip oleh surat kabar Arab News milik Saudi.
Minyak mentah berjangka Brent telah turun hampir 20 persen dari tertingginya di tahun 2018 karena pasokan global semakin ketat menyusul pembatasan produksi oleh OPEC dan Rusia, serta pengurangan ekspor Iran dan Venezuela karena sanksi A.S.
Aksi jual dalam minyak mentah baru-baru ini kemungkinan akan memperkuat niat Arab Saudi untuk mempertahankan pengurangan produksi, kata para analis.
"Aksi jual ini harus mendapatkan perhatian mereka lagi dan menghalangi mereka untuk meningkatkan produksi," kata John Kilduff, seorang analis di Again Capital LLC.
Arab Saudi memproduksi 9,65 juta barel minyak per hari (bph) pada Mei, sebuah penurunan yang lebih dalam dari target produksinya di bawah pakta global untuk mengurangi pasokan minyak, kata sumber industri minyak Saudi. Target produksi negara ini di bawah pakta yang dipimpin OPEC sebesar 10,3 juta barel per hari. (*)
Berita Terkait
Pertamina cek kualitas BBM dua SPBU di Kota Padang
Jumat, 5 April 2024 19:12 Wib
Antisipasi tumpahan minyak di perairan Dumai
Rabu, 3 April 2024 21:19 Wib
Kilang Balikpapan tingkatkan kapasitas jadi 360 ribu barel
Minggu, 31 Maret 2024 11:46 Wib
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Pemkab Agam olah limbah plastik jadi bahan bakar minyak
Kamis, 22 Februari 2024 9:05 Wib
Pabrik pengolahan minyak sawit di Aceh Tamiang terbakar
Jumat, 16 Februari 2024 5:53 Wib
Polda Sumbar ungkap belasan kasus penyelewengan BBM bersubsidi
Sabtu, 3 Februari 2024 13:24 Wib
Harga CPO pada Februari 2024 naik 4,06 persen
Kamis, 1 Februari 2024 7:56 Wib