Dolar AS menguat di tengah kekhawatiran perdagangan AS dengan China

id kurs dolar AS,perang dagang

Dolar AS menguat di tengah kekhawatiran perdagangan AS dengan China

ilustrasi - Mata uang dolar AS (FOTO ANTARA)

New York, (ANTARA) - Kurs dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), sekalipun investor fokus ke obligasi, emas, serta mata uang yen Jepang dan franc Swiss, karena kekhawatiran tentang perdagangan dan perlambatan ekonomi memicu sentimen penghindaran risiko.

Kegelisahan investor semakin meningkat setelah surat kabar People's Daily, yang dimiliki oleh Partai Komunis China yang berkuasa, mengatakan Beijing siap menggunakan rare earths (logam tanah jarang) untuk membalas dalam perselisihan dagangnya dengan Amerika Serikat.

Gelombang penghindaran risiko menyebabkan imbal hasil obligasi pemerintah jatuh di seluruh dunia. Imbal hasil surat utang AS yang dijadikan acuan turun ke level terendah sejak September 2017, sementara imbal hasil obligasi Selandia Baru jatuh ke rekor terendah.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,20 persen menjadi 98,1449 pada akhir perdagangan.

Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,1133 dolar AS dari 1,1165 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,2623 dolar AS dari 1,2655 dolar AS pada sesi sebelumnya. Dolar Australia turun menjadi 0,6913 dolar AS dari 0,6922 dolar AS.

Dolar AS dibeli 109,44 yen Jepang, lebih rendah dari 109,47 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 1,0076 franc Swiss dari 1,0079 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3521 dolar Kanada dari 1,3490 dolar Kanada.

Kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi tersebar luas pada Rabu (29/5/2019) karena imbal hasil surat utang pemerintah AS jangka panjang jatuh lebih jauh di bawah suku bunga surat utang jangka pendek.

Kurva imbal hasil terbalik terjadi ketika suku bunga jangka pendek melampaui mitra jangka panjangnya, yang dianggap sebagai indikator penting dari kemungkinan resesi ekonomi. (*)