Pengamat nilai penolakan rekapitulasi membuat demokrasi tidak sehat

id Rekapitulasi suara

Pengamat nilai penolakan rekapitulasi membuat demokrasi tidak sehat

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Jakarta Ujang Komarudin. (Foto: ANTARA/Ist)

Jakarta, (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komaruddin menilai penolakan hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019 membuat sistem demokrasi Indonesia tidak sehat karena cenderung mengandung ancaman.

"Sikap itu kurang sehat karena sifatnya menggunakan ancaman, seharusnya laporkan ke Bawaslu," kata Ujang, di Jakarta, Rabu.

Dia mengingatkan, dalam sistem demokrasi Indonesia, segala bentuk temuan dan keluhan terkait dugaan kecurangan Pemilu 2019, sudah ada mekanismenya untuk dilaporkan.

Karena itu, dia menilai lebih baik menggunakan institusi demokrasi seperti Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyampaikan adanya dugaan kecurangan pemilu.

"Gunakan institusi demokrasi seperti Bawaslu dan MK sebagai bagian persaingan dalam kontestasi politik. Karena itu adalah mekanisme yang diatur dalam UU," ujarnya lagi.

Dia mengatakan kalau ditemukan adanya bukti-bukti kecurangan pemilu, silakan laporkan ke Bawaslu dan jika tidak terima dengan keputusan KPU dalam penetapan pemenang capres dan cawapres tanggal 22 Mei, silakan mengajukan ke MK.

Ujang yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu menilai, sikap kubu Prabowo-Sandi yang menolak Situng KPU dan rekapitulasi suara yang masih berlangsung, merupakan tidakan kurang tepat. "Karena KPU belum mengumumkan siapa pemenangnya dan prosesnya masih berjalan," katanya lagi.

Sebelumnya, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Djoko Santoso mengatakan pihaknya menolak hasil rekapitulasi suara yang sedang dilakukan KPU, karena diduga banyak kecurangan yang terjadi dalam proses pelaksanaan Pemilu 2019.

"Kami BPN Prabowo-Sandi bersama rakyat Indonesia yang sadar demokrasi, menolak hasil penghitungan suara dari KPU RI yang sedang berjalan," kata Djoko dalam acara "Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019", di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, Pilpres 2019 harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) yang harus dilaksanakan dengan memegang teguh prinsip jujur dan adil.

Djoko mengatakan, dalam acara tersebut telah dipaparkan oleh para pakar dan ahli tentang dugaan kecurangan Pemilu 2019 yang bersifat Terstruktur, Sistematis, Masif, dan Brutal. (*)