IAIN Palu butuh sarana prasarana penunjang akademik pascatsunami

id kuliah di tenda

IAIN Palu butuh sarana prasarana penunjang akademik pascatsunami

Suasana kuliah mahasiswa IAIN Palu di tenda darurat. (Antara)

Palu, (ANTARA) - Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah membutuhkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan akademik pascatsunami 28 September 2018.

"Saat sebelum bencana tsunami menerjang, kita berkesimpulan bahwa gedung dan sarana penunjang akademik lainnya dapat dianggap memadai. Sehingga saat itu, kita berpikir mengembangkan mutu dan daya saing. Saat dan pascatsunami menerjang, ternyata kita harus berpikir bagaimana mengadakan sarana prasarana, gedung yang rusak karena terdampak," ucap Rektor IAIN Palu Prof Dr H Sagaf S Pettalongi di Palu, Senin.

IAIN Palu menjadi salah satu tempat yang terdampak tsunami parah pada 28 September 2018 petang. Setengah wilayah kampus itu rusak sedangkan gedung di kompleks itu porak-poranda dihantam tsunami.

Pantauan Antara pada Senin, proses perkuliahan berlangsung di kelas-kelas darurat yang dibangun menggunakan papan beratap terpal.

Lumpur yang dibawa tsunami petang itu, masih membekas di Perguruan Tinggi Islam Negeri terbesar di Sulawesi Tengah tersebut.

Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi secara perlahan mulai dilaksanakan. Kementerian PUPR melibatkan Waskita Karya dalam rehabilitasi dan rekonstruksi IAIN Palu pascatsunami.

"Diawal pascabencana tsunami, dampak tsunami sangat memberikan pengaruh terhadap civitas akademik IAIN Palu utamanya terkait upaya melejitkan mutu dan daya saing IAIN Palu," kata Wakil Rektor Bidang Akademik IAIN Palu Dr H Abidin Djafar.

Untuk meningkatkan mutu dan daya saing akademik, sebut dia, dibutuhkan sarana penunjang, antara lain gedung perkuliahan, laboratorium, perpustakaan, dan pelayanan akademik.

"Membangun daya saing manusia atau menyelenggarakan pembangunan manusia, tentu bukan pekerjaan mudah, seperti hanya membalik telapak tangan. Apalagi, di kondisi tertimpa bencana gempa dan tsunami yang banyak keterbatasan," kata dia.

Untuk bangkit pasca tsunami, katanya, butuh kebersamaan seluruh komponen civitas akademik dalam menyatukan persepsi dan pendapat. (*)