40 ribu hektare sawit di Pasaman Barat tidak pakai bibit unggul
Simpang Empat, Sumbar (ANTARA) - Sekitar 40 ribu hektare lebih tanaman kelapa sawit masyarakat di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar) tidak memakai bibit unggul.
"Benar, itu adalah data terakhir yang kita peroleh. Tentu sangat rugi masyarakat memakai bibit tidak unggul karena hasilnya dan kualitasnya rendah," kata Kepala Dinas Perkebunan Pasaman Barat, Edrizal di Simpang Empat, Sabtu.
Ia mengatakan dari luas perkebunan rakyat 107.000 hektare, sekitar 40 persen lebih petani tidak menggunakan bibit unggul .
"Jika menggunakan bibit unggul produksinya mencapai 30 ton per hektare setiap tahunnya. Jika bibit tidak unggul, produksinya di bawah 20 ton," ujarnya.
Menurutnya petani harus berani mengubah pola cara bertaninya jika ingin hasilnya memuaskan. Jika bibit jelek tentu hasilnya juga sedikit dan penghasilan juga pas-pasan.
Ia menyebutkan kelemahan petani dalam memilih bibit adalah ketidakmampuan dari segi modal, mendapatkan bibit unggul yang susah dan pengetahuan petani yang rendah.
Ia menilai petani hanya ingin cepat tanpa bisa memilih bibit unggul. Harga bibit sapuhan hanya Rp125 ribu per kantong dengan isi 250 butir. Sedangkan bibit unggul satu butirnya saja Rp10 ribu.
Pihaknya mengajak petani kelapa sawit menggunakan bibit unggul agar produksi menjadi lebih baik.
"Jangan tergoda dengan harga murah, biar bibitnya agak mahal tetapi produksinya tinggi," tegasnya.
Dalam waktu dekat ia akan melakukan peremajaan terhadap kebun kelapa sawit rakyat yang produktifitasnya menurun.
"Sosialisasi peremajaan ini segera kita lakukan. Mudah-mudahan dapat segera dilakukan," harapnya.
Sekitar 3.516 hektare untuk peremajaan kelapa sawit rakyat ke pemerintah pusat yang akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga sudah disetujui.
"Jika kelapa sawit sudah berumur 15 tahun ke atas maka diperkirakan produksi sudah di bawah 10 ton per hektare setiap tahunnya. Lebih baik diganti dengan bibit baru," imbaunya. (*)
"Benar, itu adalah data terakhir yang kita peroleh. Tentu sangat rugi masyarakat memakai bibit tidak unggul karena hasilnya dan kualitasnya rendah," kata Kepala Dinas Perkebunan Pasaman Barat, Edrizal di Simpang Empat, Sabtu.
Ia mengatakan dari luas perkebunan rakyat 107.000 hektare, sekitar 40 persen lebih petani tidak menggunakan bibit unggul .
"Jika menggunakan bibit unggul produksinya mencapai 30 ton per hektare setiap tahunnya. Jika bibit tidak unggul, produksinya di bawah 20 ton," ujarnya.
Menurutnya petani harus berani mengubah pola cara bertaninya jika ingin hasilnya memuaskan. Jika bibit jelek tentu hasilnya juga sedikit dan penghasilan juga pas-pasan.
Ia menyebutkan kelemahan petani dalam memilih bibit adalah ketidakmampuan dari segi modal, mendapatkan bibit unggul yang susah dan pengetahuan petani yang rendah.
Ia menilai petani hanya ingin cepat tanpa bisa memilih bibit unggul. Harga bibit sapuhan hanya Rp125 ribu per kantong dengan isi 250 butir. Sedangkan bibit unggul satu butirnya saja Rp10 ribu.
Pihaknya mengajak petani kelapa sawit menggunakan bibit unggul agar produksi menjadi lebih baik.
"Jangan tergoda dengan harga murah, biar bibitnya agak mahal tetapi produksinya tinggi," tegasnya.
Dalam waktu dekat ia akan melakukan peremajaan terhadap kebun kelapa sawit rakyat yang produktifitasnya menurun.
"Sosialisasi peremajaan ini segera kita lakukan. Mudah-mudahan dapat segera dilakukan," harapnya.
Sekitar 3.516 hektare untuk peremajaan kelapa sawit rakyat ke pemerintah pusat yang akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga sudah disetujui.
"Jika kelapa sawit sudah berumur 15 tahun ke atas maka diperkirakan produksi sudah di bawah 10 ton per hektare setiap tahunnya. Lebih baik diganti dengan bibit baru," imbaunya. (*)