DPR nilai tenaga honorer harus dapatkan jaminan sosial

id Ahmad Riza Patria

DPR nilai tenaga honorer harus dapatkan jaminan sosial

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria (FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani) (FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani/)

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria menilai tenaga honorer harus mendapatkan jaminan sosial, sehingga pemerintah harus memastikan mereka mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan, dan tenaga kerja.

"Negara bertanggung jawab memberikan jaminan sosial bagi tenaga honorer. Kita memiliki 439 ribu tenaga honorer yang belum diangkat, bahkan dimoratorium," kata Riza Patria, dalam diskusi bertajuk Transformasi Kebijakan dan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk ASN dan Non-ASN, di Jakarta, Rabu (6/3).

Dia menilai selama ini tenaga honorer belum mendapatkan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan dari pemerintah, sehingga butuh perhatian khusus dalam persoalan tersebut.

Menurut dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seharusnya digunakan untuk kepentingan riil seperti memberikan jaminan sosial kepada tenaga honorer.

"Kalau pemerintah gencar dengan pembangunan infrastruktur, ada warga negara yang berjasa belasan tahun namun masih tetap menjadi tenaga honorer. Butuh perhatian bagi tenaga honorer," ujarnya lagi.

Selain itu, dia menyoroti aturan UU BPJS Ketenagakerjaan terkait jaminan kematian dan hari tua, sehingga tidak boleh ada lembaga selain BPJS yang memberikan jaminan tersebut.

Dia menekankan bahwa selain BPJS tidak ada lembaga yang memberikan jaminan sosial, apalagi diberikan kepada Perseroan Terbatas (PT) yang tujuannya hanya untuk meraih keuntungan.

"Jaminan sosial tidak bisa bersifat 'profit' atau hanya ambil keuntungan, karena ini bagian dari tanggung jawab pemerintah," katanya pula.

Dalam diskusi tersebut, Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (MP BPJS) Hery Susanto menyebutkan adanya empat peraturan pemerintah (PP) yang diberlakukan Pemerintahan Jokowi di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan.

Keempat PP tersebut adalah PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, PP 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PP 70 Tahun 2015, dan PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yaitu untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), PPPK, dan Honorer dikelola oleh Taspen.

"Berlaku 4 PP tersebut menjadi persoalan yang serius dalam tata kelola jaminan sosial sebagaimana tertuang dalam UU SJSN, UU BPJS dan UU ASN," kata Hery.

Menurut dia, amanah UU BPJS ditegaskan bahwa pengelolaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) adalah kewenangan dari BPJS Ketenagakerjaan bukan PT Taspen dan PT Asabri.

Dia menilai pemerintah sudah harus menyiapkan langkah penggabungan jaminan pensiun PT Taspen dan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029, bukan membuat blunder peraturan perundang-undangan yang tidak sinergi dengan amanat UU.

"UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS öengan jelas menyatakan bahwa perlindungan jaminan sosial untuk sektor ketenagakerjaan di Indonesia hanya dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan yang mengelola JKM, JKK, JHT dan JP," katanya pula. (*)