AJI menentang pemberian remisi pembunuh wartawan Radar Bali

id AJI ,Remisi Pembunuh Wartawan, I Nyoman Susrama

AJI menentang pemberian remisi pembunuh wartawan Radar Bali

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. (Antara)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menentang pemberian remisi kepada terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama, yang melakukan pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa.

"Kami jelas menentang karena pemberian remisi seharusnya memenuhi prinsip keadilan. Tidak hanya bagi narapidana, tetapi juga keluarga korban dan masyarakat, terutama insan pers," kata Ketua AJI Indonesia Abdul Manan di Gedung Komnas HAM Jakarta, Jumat.

Manan berpendapat bahwa remisi menjadi hak yang diberikan kepada narapidana dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

Namun, Manan menilai prinsip pemberian remisi tersebut belum sepenuhnya diikuti oleh Pemerintah sehingga dia mempertanyakan prosedur pemberian remisi untuk Susrama yang dianggap tidak transparan.

Adapun syarat dari pemberian remisi berdasarkan Pasal 9 Keppres Nomor 174 Tahun 1999 adalah narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup telah menjalani masa pidana paling sedikit 5 tahun berturut-turut serta telah berkelakuan baik.

"Pemerintah dalam kasus ini jelas menggunakan pendekatan yang legalistik dan prosedural," ujar Manan.

Artinya, pemerintah dianggap hanya menjalankan prosedur remisi berdasarkan Pasal 9 Keppres No. 174/1999 secara tertutup, tanpa menjelaskan lebih lanjut seperti apa dasar dari frasa "berkelakuan baik" tersebut.

"Pemberian remisi ini tidak transparan sehingga pantas mempertanyakan perbuatan baik seperti apa yang dilakukan sampai dia pantas untuk memperoleh remisi, padahal kejahatan yang dia lakukan sangat serius," tambah Manan.

Selain AJI, sejumlah kelompok masyarakat sipil juga menolak pemberian remisi kepada Susrama karena menilai pemberian remisi yang merupakan perubahan dari hukuman penjara seumur hidup menjadi pidana sementara penjara 20 tahun itu telah mencederai hukum Indonesia dan kebebasan pers. (*)