BMKG jajaki kerja sama dengan China terkait antipasipasi dampak gempa

id BMKG

BMKG jajaki kerja sama dengan China terkait antipasipasi dampak gempa

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. (ANTARA SUMBAR/Miko Elfisha)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjajaki kemungkinan bekerja sama dengan China terkait pengadaan alat penangkap gelombang primer gempa untuk mengantisipasi agar jumlah korban akibat bencana itu bisa diminimalkan.

"Gelombang primer gempa itu tidak merusak. Yang merusak adalah gelombang sekunder. Ada waktu sekitar 28 detik antara dua gelombang itu yang bisa dimanfaatkan untuk menyelamatkan diri," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Padang, Rabu.

Ia mengatakan itu dalam Rapat Koordinasi Mitigasi dan Penanganan Gempa-Tsunami bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah di Padang.

Menurutnya alat tersebut akan diuji coba terlebih dahulu, jika berhasil akan digunakan di daerah rawan termasuk Sumbar dengan mekanisme hibah dari China.

Alat tersebut akan coba disinergikan dengan peralatan BMKG yang telah ada saat ini terutama yang berkaitan dengan sistem peringatan dini.

Tsunami merupakan bencana yang berpotensi banyak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Namun, berdasarkan data kebencanaan di Sumbar, gempa juga berpotensi mengakibatkan banyak korban jiwa seperti gempa 2009.

Gempa 2009 tersebut terjadi dengan kekuatan 7,6 Skala Richter di lepas pantai pada 30 September. Gempa itu menelan korban 1.117 tewas, 1.214 luka berat, dan 1.688 luka ringan.

Infrastruktur juga rusak parah mulai dari rumah penduduk hingga fasilitas umum dan bangunan milik pemerintah.

Apalagi Sumbar juga berada di atas patahan semangko yang melintang di Pulau Sumatera dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan ini merupakan patahan geser, seperti patahan San Andreas di California.

Energi gempa pada patahan itu memang tidak sangat besar seperti Megatrust Mentawai, tetapi karena jenisnya gempa dangkal dan berada di darat, kemungkinan daya rusaknya cukup tinggi.

Namun saat ini pemerintah lebih fokus untuk mengantisipasi potensi Megatrust Mentawai yang diperkirakan sudah masuk dalam puncak siklusnya.(*)