Legislator minta budidaya ikan bilih singkarak tidak dihentikan

id dpr ri,singkarak,bilih

Legislator minta budidaya ikan bilih singkarak tidak dihentikan

Anggota Komisi IV DPR RI Hasanuddin saat berkunjung ke BKIPM Padang, Rabu (23/1) (ANTARA SUMBAR/ Mario Sofia Nasution)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Anggota Komisi IV DPR RI Hasanuddin meminta budidaya ikan bilih (mystacoleus padangensis) di kawasan Danau Singakarak tidak dihentikan karena akan berdampak pada perekonomian masyarakat di daerah itu.

“Kami dari Komisi IV telah menyampaikan persoalan ini kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dan taggapannya harus ada dialog antara pemerintah daerah dengan nelayan mencari solusi terbaik,” kata dia selepas kunjungan di BKIPM Padang, Rabu.

Menurut dia ikan bilih merupakan satu-satunya jenis ikan yang hanya dapat ditemui di Danau Singkarak dan persoalan pencemaran lingkungan yang terjadi karena jumlah keramba atau bagan yang banyak di danau itu harus diselesaikan dengan baik.

Ia mengakui pencemaran lingkungan memang terjadi namun harus ada solusi yang berpihak pada masyarakat, misalnya dari 100 bagan atau keramba yang ada saat ini hanya 10 keramba yang diperbolehkan beroperasi secara bergantian sesuai dengan ekosistem di sana.

Dirinya mengatakan banyaknya keramba membuat kondisi air di danau tersebut tidak lagi jernih dan saat hujan turun, zat amoniak yang berada di dasar danau naik ke atas dan membunuh benih ikan bilih tersebut.

Jika pemerintah ingin menukar mata pencaharian masyarakat dengan kembali menjadi nelayan tradisional, para nelayan harus dibantu terlebih dahulu misalnya menyediakan alat tangkap, perahu dan lainnya.

“Alat itu harus ada dahulu sebelum bagan ini benar-benar dilarang. Kami akan berjuang agar bagan dan keramba ini tetap ada sehingga produksi ikan bilih tetap berjalan,” kata dia.

Sementara jika opsi lain yang dilakukan pemerintah dengan menukar mata pencaharian masyarakat dari nelayan ke bidang pariwisata, dirinya pesimis masyarakat daerah itu mendapatkan keuntungan karena yang akan menguasai bisnis tersebut adalah pemilik modal.

“Yang akan mengambil keuntungan di bidang pariwisata itu adalah mereka-mereka juga yang memiliki uang bukan masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya dengan menangkap ikan bilih,” katanya.

Sebelumnya puluhan nelayan Danau Singkarak Sumatera Barat mengadukan nasib mereka ke DPRD Sumatera Barat karena terbitkannya Peraturan Gubernur nomor 81 tahun 2017 yang melarang penggunaan bagan karena diduga menjadi penyebab hilangnya ikan bilih (mystacoleus padangensis) di danau tersebut.

Ketua Asosiasi Nelayan Danau Singkarak Hendri Andi saat bertemu anggota DPRD Sumbar di Padang, Rabu mengatakan sejak enam bulan terakhir kondisi perekonomian warga sangat sulit karena tidak ada lagi ikan bilih yang ditangkap.

“Sudah enam bulan kami tidak memiliki pemasukan dari usaha kami melalui bagan, kemudian datang peraturan ini. Apa yang harus kami lakukan untuk dapat bertahan hidup,” kata dia.

Menurut dia warga akan mengikuti aturan dari pemerintah jika aturan itu meminta masyarakat menukar alat tangkap mereka, namun untuk menghilangkan bagan yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pihaknya meminta pemerintah lebih arif lagi dalam menyikapi hal tersebut.

Ia mengatakan asosiasi ini dibentuk sejak dua tahun yang lalu, tujuannya untuk mengontrol jumlah bagan yang ada di Danau Singkarak karena tidak ramah lingkungan. Pihaknya telah berupaya mengganti dengan waring sesuai aturan undang-undang.

“Namun harganya mahal dan tidak terjangkau dengan kami. Selain itu pemasukan kami juga hilang karena ikan bilih tidak ada lagi di sana,” katanya

Warga lainnya Daswir (65) mengatakan dirinya sejak lahir hidup di pinggiran Danau Singkarak kalau yang dipermasalahkan Ikan bilih yang hilang, menurut dia ikan tersebut memiliki musim tersendiri. Jangan langsung diambil kesimpulan karena bagan ikan khas danau tersebut menghilang.

Menurut dia ikan bilih akan sangat sulit ditemukan sekitar bulan Januari hingga bulan April, ini sudah sering terjadi. Kalau memang alat tangkap yang terlalu kecil, warga akan mengganti dengan alat tangkap yang diperbolehkan pemerintah.

“Ini aturan yang aneh, kenapa bagan dilarang sementara keramba yang menggunakan drum, besi sama seperti bagan diperbolehkan,” kata dia. (*)