Polisi imbau kelompok tani tangguhkan penebangan hutan meski berizin

id Kayu hutan

Polisi imbau kelompok tani tangguhkan penebangan hutan meski berizin

Tumpukan kayu gelondongan hasil penebangan hutan di hulu sungai Batang Bangko oleh kelompok tani Tangsi Melayu. Kelompok tersebut sudah menebang 3.000 batang dan sekarang masih ditumpuk di sekitar camp. (ANTARA SUMBAR/Istimewa)

Padang Aro, (Antaranews Sumbar) - Kepolisian Resort Solok Selatan, Sumatera Barat meninjau lokasi penebangan hutan di hulu sungai Batang Bangko oleh tiga kelompok masyarakat dan mengimbau untuk sementara dihentikan demi keamanan.

"Menyikapi penolakan pembukaan lahan oleh tujuh Nagari kami mengimbau kelompok masyarakat yang merambah hutan menghentikan dulu penebangan demi aspek keamanan", kata Kapolres Solok Selatan AKBP Imam Yulisdianto melalui Kasat Reskrim AKP M Rosidi, di Padang Aro, Sabtu.

Penebangan hutan di hulu Batang Bangko dilakukan oleh tiga kelompok tani yaitu Tangsi Melayu, Siang Malam dan Os.

Dia mengatakan, secara kasat mata perizinan oleh kelompok tani Tangsi Melayu ada tetapi masyarakat di tujuh Nagari menolaknya karena mereka khawatir bisa menjadi penyebab banjir bandang.

Sedangkan dua kelompok lagi masih dilakukan pengecekan dan dalam waktu dekat semua akan di fasilitasi untuk memberikan klarifikasi serta pemeriksaan izin kelompok ini.

"Karena lokasi ini berada di hutan dan ada masyarakat yang menolak atau yang merasa dirugikan maka kami imbau dihentikan dulu," ujarnya.

Tinjauan ini katanya, untuk memberikan imbauan dan melihat langsung kelokasi agar tidak ada kesalahan informasi tetapi kalau ditemukan tindakan yang terkait pidana akan ditindak.

Salah seorang anggota kelompok Tangsi Melayu yang ditemui di kamp Andre Setiawan (23) warga Pinang Awan mengatakan, proses pembukaan lahan sudah dimulai sejak Oktober 2018 menggunakan dua unit alat berat jenis doser dan eksal.

"Izin kami hanya sampai kayu bulat tidak olahan dan sekarang sudah terkumpul sekitar 250 batang gelondongan sebagian besar jenis madang," katanya.

Ia menyebutkan, masyarakat di tujuh Nagari tersebut tidak pernah menyampaikan secara langsung penolakan mereka.

"Kami terkejut ada rapat di Kantor Bupati terkait penolakan ini dan kami tidak diikut sertakan untuk menjelaskan faktanya," ujarnya.

Ia mempermasalahkan kenapa hanya kelompoknya yang diusik sedangkan banyak masyarakat lain yang juga menebang kayu bahkan sampai sudah diolah menjadi balok.

"Kelompok lain membuka lahan lebih luas dari kami tetapi tidak pernah dipermasalahkan," katanya.

Ia mengaku bahwa lahan yang mereka olah seluas 100 hektare bukan 4.870 hektare seperti informasi yang berkembang dimasyarakat.

Sebelumnya masyarakat tujuh Nagari (desa adat) di Kabupaten Solok Selatan, sepakat menolak aksi perambahan hutan di hulu Sungai Batang Bangko yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani Tangsi Melayu.

"Masyarakat sudah meninjau langsung ke lokasi perambahan di Nagari Pauah Duo Nan Batigo dan timbul kekhawatiran ancaman banjir bandang akibat perambahan itu," kata Wali Nagari Koto Baru, Ahmad Julaini saat pertemuan dengan Pemkab.

Menurut dia, akibat perambahan hutan tersebut masyarakat di Nagari Koto Baru yang akan menerima dampaknya, sehingga membuat masyarakat cemas dan meminta semuanya dihentikan

Ia meminta pihak terkait untuk menindaklanjuti secara hukum aksi penebangan hutan di lokasi itu karena khawatir akan dampaknya seperti banjir bandang.

"Kami juga meminta status hutan ini ubahfungsikan sehingga tidak bisa dirambah lagi, sebab kalau sudah gundul dikhawatirkan permukiman warga di Koto Baru menjadi tenggelam," katanya.

Tinjauan ke lokasi penebangan hutan di hulu sungai Batang Bangko juga melibatkan unsur TNI, Polisi Hutan, Pol PP.***2***