KPI Sumbar prihatin perkawinan usia anak masih marak terjadi

id perkawinan anak

KPI Sumbar prihatin perkawinan usia anak masih marak terjadi

Pengurus Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sumbar Tanty Herida (Antara Sumbar/ Ikhwan Wahyudi)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumatera Barat menyampaikan keprihatinannya atas masih maraknya terjadi fenomena perkawinan usia anak dan menilai negara belum optimal dalam memberikan perlindungan terhadap persoalan ini.

"Mengacu kepada Data Badan Pusat Statistik pada 2015 persentase perkawinan anak di Indonesia 23 persen pada tahun 2017 meningkat jadi 25,71 persen," kata Pengurus Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sumbar Tanty Herida di Padang, Jumat

Ia menyampaikan hal itu pada Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2018 dengan tema Akhiri Pernikahan Usia Anak Untuk Mewujudkan Generasi Sehat dan Cerdas digelar oleh Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyakat Sumbar.

Menurutnya secara rata-rata nasional persentase perkawinan usia anak saat ini mencapai 25,72 persen namun ada provinsi yang melebihi rata-rata nasional yaitu Kalimantan Selatan sebesar 39,53 persen.

"Sedangkan di Sumbar pada 2017 berada pada posisi 19,77 persen," ujar dia.

Ia menyebutkan perkawinan usia anak adalah yang terjadi pada usia di bawah 16 tahun atau pada rentang umur 13 hingga 15 tahun.

Sementara berdasarkan data yang dikeluarkan BKKBN di Sumatera Barat dalam kurun waktu 2010 hingga 2015 terdapat 6.083 pasangan menikah pada usia dibawah 20 tahun.

Pernikahan usia anak tertinggi berada di Kabupaten Pesisir Selatan 753 pasangan, Kabupaten Sijunjung 634 pasangan, Kabupaten Pasaman Barat 587 pasangan,

Sedangkan yang terendah terjadi di Pariaman 11 pasangan, Padang Pariaman 25 pasangan dan Bukittinggi 47 pasangan.

Ia mengungkapkan salah satu penyebab pernikahan di usia anak adalah faktor ekonomi keluarga yakni orang tua merasa tidak sanggup membiayai anak dan juga telah ditemukan pasangan yang layak menurut mereka.

Berdasarkan temuan pernikahan tersebut jarang berlangsung lama hanya dalam kurun dua tahun dan telah punya anak mereka memutuskan bercerai dan menikah lagi.

Selain itu ia melihat UU Perkawinan mengizinkan adanya dispensasi jika calon pengantin perempuan berusia di bawah 16 tahun dan/atau laki-laki di bawah usia 18 tahun.

Tidak hanya itu Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dinilai bertentangan dengan UU Perlindungan Anak karana orang tua diwajibkan memelihara dan mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya sampai anak tersebut kawin hingga dapat berdiri sendiri.

Pasal 47 UU Perkawinan memaknai batasan usia dewasa adalah 18 tahun, sebaliknya penetapan usia 16 tahun sebagai batas minimum perkawinan anak perempuan bertentangan dengan kewajiban memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya.

"Mengawinkan anak sebelum 18 tahun, atau bahkan di bawah 16 tahun adalah bentuk pengingkaran kewajiban orang tua untuk mendidik anak," kata dia. (*)