Kejati Sumbar masih mendalami kasus korupsi Bank Nagari

id Priyanto

Kejati Sumbar masih mendalami kasus korupsi Bank Nagari

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar, Priyanto (tengah), ketika memberikan keterangan pers beberapa waktu lalu. (Antara Sumbar/Fathul Abdi)

Padang, 13/12 (Antara) - Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, terus mendalami kasus dugaan korupsi fasilitas kredit pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) daerah setempat, yaitu Bank Nagari.

"Penyidikannya terus didalami, sekarang sedang diinventarisir jumlah kerugian keuangan negara secara pasti (ril)," kata Kepala Kejati Sumbar, Priyanto di Padang, Kamis.

Selain itu, katanya, dalam proses penyidikan pihaknya juga terus mengumpulkan barang bukti yang diperlukan.

Ia mengatakan dalam pengusutan kasus itu kejaksaan mengutamakan upaya pengembalian keuangan terlebih dahulu.

Pihak kejaksaan akan mengoptimalkan penanganan perkara itu untuk mendapatkan kepastian hukum.

Para tersangka dalam kasus tersebut adalah mantan Wakil Pemimpin Cabang Utama berinisial RM, Pemimpin Bagian Kredit R, Loan Officer H dan pengusaha peminjam HA, dan belum dilakukan penahanan badan.

Kasus dugaan korupsi Bank Nagari adalah salah satu kasus yang sudah lama ditangani Kejati Sumbar, penyidikannya dimulai sejak awal 2015.

Berdasarkan catatan pihak Kejaksaan juga pernah menyita uang sebesar Rp1,4 miliar pada Maret 2015.

"Untuk uang yang pernah disita tersebut statusnya masih di bawah penguasaan Kejaksaan sampai sekarang," katanya.

Sementara Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar, Prima Idwan Mariza mengatakan pemerosesan kasus yang sudah berjalan sekitar tiga tahun demi memperkuat penyidikan.

"Seperti diketahui kasus ini pernah diekspos di Kejaksaan Agung RI, oleh karena itu penyidikannya harus benar-benar teliti dan memenuhi syarat formil serta materil," katanya.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi fasilitas kredit pada Bank Nagari berawal saat pengusaha HA atas nama PT Chiko, mengajukan permohonan kredit kepada Bank Nagari pada akhir 2010.

HA mengajukan permohonan kredit modal kerja dan investasi sebesar Rp23 miliar dengan masa pengembalian 60 bulan (5 tahun).

Hanya saja, diduga dalam pemberian kredit tersebut diproses tidak sesuai dengan prosedur, namun tetap diberikan.

Berdasarkan penghitungan penyidik sementara ketika itu kerugian negara yang timbul akibat kasus diperkirakan sebesar Rp19,4 miliar. ***2***