Ini upaya KBRI promosikan keragaman kebudayaan Indonesia di Den Haag

id Peragaan busana

Ini upaya KBRI promosikan keragaman kebudayaan Indonesia di Den Haag

Peragaan busana untuk mempromosikan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia di Museon Den Haag. (Antara Sumbar/Zeynita Gibbons)

London, (Antaranews Sumbar) - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag bekerja sama dengan Pelangi Wastra Indonesia menggelar peragaan busana untuk mempromosikan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia di Museon Den Haag, pada akhir pekan.

"Sebanyak enam perancang busana, seorang perancang sepatu, dan perancang tas memperagakan kreasinya," demikian Minister Counsellor Fungsi Pensosbud KBRI Denhaag Renata Siagian kepada Antara London, Senin.

Peragaan busana bertajuk "The Modest Heritage of Indonesia" disaksikan sekitar 200 orang, termasuk Duta Besar Wesaka Puja.

Dubes Wesaka mengatakan promosi budaya Indonesia dalam peragaan busana itu melalui kain-kain tradisional yang menjadi bahan rancangan Pelangi Wastra Indonesia.

Di samping itu, kata dia, untuk meningkatkan hubungan persahabatan antara Indonesia dan Belanda.

"Indonesia terdiri atas ribuan pulau dan ratusan suku bangsa dengan latar belakang etnis, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, termasuk tekstil uniknya yang sudah dikenal dunia, seperti batik," ujarnya.

Dia mengharapkan melalui peragaan busana para undangan mendapat gambaran tentang Indonesia dengan kekayaan budaya serta gambaran tentang industri kreatif yang makin berkembang di Tanah Air.

Sebelum mengakhiri sambutan , Dubes Wesaka Puja mengutip pernyataan yang dikaitkan dengan label mode Cushnie et Ochs, "Life is too short to wear boring clothes".

Kedelapan perancang mode yang tampil pada acara tersebut, Leny Rafael, yang membuat rancangan dengan tenun Badui, Adelina Willy Suryani dengan sutra Garut, Rizki Permatasari dengan kain khas Sumba, Dwi Lestari Kartika dengan batik Bekasi, Gita Orlin dengan batik Trenggalek, Melisa A. Bermara dengan karya yang terinspirasi burung Enggang khas Kalimantan, Lala Gozali dengan kain lurik Jawa, dan Putri Permana dengan tas Jepara.

Acara diawali dengan "talkshow" bertajuk "Wastra Indonesia, Timeless Sources of Inspiration", dipandu Yetty Haning dari Centre for Culture and Development Belanda (CCD-NL).

Salah satu program CCD-NL pada 2019 adalah "Binding with Ikat" dengan mengirimkan tiga desainer Belanda ke Kupang untuk bekerja sama dengan perajin dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, mendalami teknik maupun desain tenun ikat.

Ketiga desainer Belanda tersebut sekembalinya ke Belanda akan menghasilkan suatu karya yang terinspirasi dari tenun ikat.

Hasil karya mereka akan dipamerkan di Eindhoven Design Week pada Oktober 2019 dan beberapa museum di Belanda.

Diharapkan hasil karya mereka tersebut dapat pula dipamerkan di InaCraft dan Indonesia Fashion Week 2020.

Setelah jamuan makan malam yang menyajikan makanan khas Indonesia, seperti sate ayam dengan lontong, nasi goreng kambing dengan acar serta bakwan sayur, acara dilanjutkan dengan peragaan busana yang dibagi dalam dua sesi.

Tampil pada sesi pertama Leny Rafael dengan karya-karyanya, disusul Dwi Lestari Kartika dan Putri Permana.

Usai sambutan Duta Besar Wesaka, peragaan busana sesi kedua menampilkan karya-karya Rizki Permatasari, Lala Gozali, Adelina Willy Suryani, Melisa Bermara, dan Gita Orlin.

Sebagai penutup rangkaian acara "The Modest Heritage of Indonesia", undangan dipersilakan mengunjungi bazar di samping kiri kanan tempat peragaan busana.

Peragaan busana didukung perancang perhiasan BaroQco dan Ferlin Yoswara, serta Garuda Indonesia.

Ferlin Yoswara adalah desainer muda Indonesia pertama yang mendapatkan "start up visa" dari Pemerintah Belanda dalam mengembangkan bisnis perhiasaannya dengan brand Fyne Jewelry dan SAARA. Ferlin Yoswara juga masuk dalam Top 5 International Ethnic Businesswomen 2018 untuk Belanda. (*)