Dubes UE: sertifikat ISPO belum cukup diakui Eropa untuk ekspor minyak sawit

id TBS

Dubes UE: sertifikat ISPO belum cukup diakui Eropa untuk ekspor minyak sawit

Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. (cc)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia Vincent Guerend mengatakan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) belum cukup diakui untuk ekspor minyak kelapa sawit ke Eropa.

"Standar ISPO yang hanya diimplementasikan oleh 15 persen produsen minyak kelapa sawit di Indonesia belum dianggap standar umum dunia," kata Vincent dalam temu media akhir tahun yang diselenggarakan UE di Jakarta, Selasa malam.

UE, menurut Vincent, tidak menetapkan standar khusus untuk minyak sawit.

Namun, sebagai importir terbesar kedua minyak sawit Indonesia setelah India, UE mendorong negara produsen untuk memberlakukan standar yang kredibel, kuat, dan dihargai oleh konsumen.

Ia mengatakan sejumlah sertifikat minyak sawit yang diproduksi dengan menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan diantaranya "Roundtable on Sustainable Palm Oil" (RSPO) memang lebih diakui secara global.

Didirikan pada 2004, RSPO didesain untuk mempromosikan produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan untuk manusia, planet bumi, dan kemakmuran.

Sebanyak 40 persen dari produsen minyak sawit dunia merupakan anggota RSPO, selain banyak produsen produk, pengecer, serta organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan dan sosial.

Sementara ISPO baru diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia pada 2011, dan sering mendapat kritik karena kurangnya keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam penyusunannya.

"Kami sangat mendorong Pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali standar ISPO dan mungkin membuatnya lebih bertanggung jawab dan transparan, dan melibatkan partisipasi masyarakat sipil," ujar Vincent.

Sertifikasi menjadi elemen penting dalam industri minyak sawit karena semakin banyak konsumen, khususnya di Eropa, yang memiliki kesadaran tinggi terhadap aspek keberlanjutan untuk industri yang berdampak besar bagi kelestarian lingkungan.

"Ketika kita bicara tentang pasar bebas, penting untuk meyakinkan konsumen bahwa industri (minyak sawit) ini menerapkan praktik-praktik yang berkelanjutan," tutur Vincent.

Berdasarkan data yang dihimpun Sekretariat ISPO, jumlah lahan sawit yang telah memiliki sertifikat ISPO pada 2017 dicantumkan seluas 2,1 juta hektare.

Adapun jumlah lahan yang memiliki sertifikat RSPO mencapai 2,51 juta hektare dan Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO) sebesar 518.793 hektare.

Namun jumlah itu relatif masih kecil dibandingkan total lahan kelapa sawit yang mencapai sekitar 14 juta hektare di Indonesia. (*)