Perputaran ekonomi pada "reuni akbar 212"

id reuni akbar 212

Perputaran ekonomi pada "reuni akbar 212"

Reuni akbar 212 di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Minggu (2/12) . (cc)

Bertemunya orang di satu tempat dan satu kesempatan selalu membawa dampak.

Namun kalau bicara soal dampak, maka tergantung dari sisi mana dan siapa yang melihat fakta itu.

Bisa saja, satu pihak memandang pertemuan itu sebagai sesuatu yang positif, namun mungkin saja ada yang menganggap dari sisi negatif. Perbedaan itu wajar-wajar saja dan sebagai sebuah kebebasan dalam menilai.

Begitu juga dengan acara bertajuk "Reuni 212" yang berlangsung di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Minggu (2/12) Dari sisi kegiatan, tampaknya harus diakui bahwa fakta menunjukkan kegiatan itu berlangsung aman dan tertib.

Kata "aman" dan "tertib" adalah kunci untuk menilai sukses-tidaknya penyelenggaraan kegiatan seberapa pun massa yang hadir. Walaupun tentu saja ada kelemahan dan kekurangannya, yang terpenting secara umum, pendapat publik menilai itu bisa terselenggara secara aman dan relatif tertib.

Tak dipungkiri bahwa sampai saat ini dalam ingatan banyak orang masih amat terngiang bahwa berkumpulnya massa--seberapa pun jumlahnya--selalu identik dengan perasaan khawatir akan terjadinya gangguan keamanan. Terlepas dari berbagai kepentingan dari pertemuan itu, harapan banyak pihak bahwa kegiatan reuni itu dapat berlangsung aman dan tertib tampaknya terwujud.

Yang pasti pertemuan orang dalam jumlah berapa pun--terlebih dalam jumlah sangat banyak dan dalam waktu beberapa jam--selalu membutuhkan ketersediaan logistik. Dari sekadar air minum hingga makanan.

Begitu juga dengan "Reuni Akbar 212" yang melibatkan massa sangat banyak. Apalagi pengumuman yang tersebar luas menarik banyak orang dari luar Jakarta untuk menghadirinya.

Pengakuan peserta kegiatan itu menunjukkan bahwa mereka bukan saja dari Jakarta, tetapi juga dari daerah sekitarnya seperti Jawa Barat. Peserta dari daerah-daerah lainnya juga hadir.

Mereka datang dengan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil, bus sewaan, bus umum, kereta api, kapal laut dan pesawat. Intinya mereka datang dari sisi darat, laut dan udara.

Dengan demikian, untuk bisa sampai ke Monas, mereka membutuhkan armada angkutan. Untuk sepeda motor atau mobil pribadi, mungkin milik sendiri. Kalau bukan milik sendiri, mereka berangkat dan pulang secara rombongan dengan "nebeng" yang memiliki mobil.

Selain itu, warga Jakarta memiliki beragam pilihan moda angkutan untuk bisa sampai Monas. Selain sepeda motor dan kendaraan pribadi, pilihannya lainnya pun beragam; dari ojek pangkalan, ojek "online", KRL, bajaj, busway, taksi, Kopaja hingga Metromini.

Bagi warga luar Jakarta, selain membutuhkan ketersediaan jenis-jenis angkutan itu, tentu saja membutuhkan kapal, pesawat dan kendaraan pribadi. Bagi warga sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor selain moda transportasi darat juga bisa menjangkau Monas dengan sepeda motor atau.kendaraan pribadi.

Dari sisi transportasi, bisa dibayangkan betapa besar armada yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan orang untuk bisa sampai Monas. Belum lagi kebutuhan penginapan atau hotel bagi peserta dari luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Perputaran ekonomi

Sekali lagi, terlepas dari kemungkinan adanya kepentingan tertentu dari kegiatan itu, mobilitas arus manusia itu diyakini membawa dampak berupa perputaran ekonomi. Untuk warga Jakarta dan sekitar Jakarta saja agar bisa menjangkau Monas dengan sepeda motor dari kendaraan pribadi membutuhkan setidaknya bahan bakar, apalagi kalau melalui jalur tol.

Begitu juga untuk warga luar Jabodetabek. Mereka selain mengorek kocek untuk keperluan transportasi selama di Jakarta, juga untuk membeli tiket kapal atau pesawat serta penginapan.

Itu baru dari sisi transportasi. Padahal selama massa berkumpul membutuhkan minuman dan makanan.

Orang-orang yang berkumpul di Monas dan sekitarnya selalu mengabarkan kehadirannya kepada keluarga dan kerabat atau rekannya di daerah asalnya. Pengabarannya melalui telepon langsung, pesan singkat (sms) atau platform komunikasi lainnya.

Selain menyampaikannya melalui kalimat dan kata-kata, juga mengunggah foto atau video ke mereka maupun ke media sosial. Semua itu membutuhkan pulsa dan paket data yang nilainya beragam sesuai paket yang diberlakukan operator telekomunikasi.

Sebagian dari mereka menginap di hotel atau apartemen di Jakarta. Hal itu membutuhkan ketersediaan hotel dan apartemen.

Karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa pertemuan ini membawa dampak perputaran ekonomi. Ada pengeluaran baik pribadi, keluarga maupun rombongan, tetapi juga ada pemasukan bagi operator penjualan bahan bakar, telekomunikasi, transportasi hingga perhotelan.

Belum lagi kalau menyangkut kebutuhan minuman dan makanan untuk orang sebanyak itu. Jangankan massa dalam jumlah sangat banyak, berdasarkan pemantauan ANTARA News, selama ini aksi-aksi massa yang sering terjadi di depan Balai Kota dan DPRD DKI selalu terlihat ada mobil logistik yang disiapkan koordinator lapangan (korlap).

Selain ketersediaan logistik yang disiapkan panitia aksi (korlap), aksi-aksi di berbagai lokasi di Jakarta juga selalu dihadiri pedagang yang menyediakan minuman dan makanan. Di Jakarta, setiap rombongan aksi menuju lokasi yang dituju sering diikuti pedagang di belakangnya, baik menggunakan mobil (nasi kotak), sepeda (tukang kopi), sepeda motor (tukang bubur, tukang bakso dan nasi uduk) maupun gerobak dorong (minuman, makanan, bakso dan sebaiknya).

Itu baru rombongan aksi yang diikuti puluhan hingga ratusan orang. Apalagi untuk aksi yang diikuti massa dalam jumlah sangat banyak seperti "Reuni Akbar 212".

Berkah

Karena itu, tak berlebihan kiranya Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan "Reuni Akbar 212" memberikan manfaat ekonomi yang luar biasa untuk Jakarta dan warganya.

Jakarta kedatangan orang-orang yang ikut menggerakkan perekonomian. Banyak hotel penuh dan pergerakan omzet kuliner luar biasa.

"Jadi berkumpulnya ini banyak berkah bagi perekonomian," kata Anies di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Minggu.

"Reuni Akbar 212" menjadikan usaha makanan dan minuman di Jakarta dan sekitarnya mendadak banyak sekali konsumen. Usaha kecil dan mikro mengalami pergerakan omzet luar biasa.

Itu berkah bagi usaha kecil dan mikro bidang makanan. Sedangkan Bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta acara "Reuni Akbar 212" yang penting terselenggara secara tertib dan rapi.

Semua yang hadir diharapkan tidak meninggalkan sampah sehingga tempat ini (Monas) terjaga kebersihannya. Pemeritah Provinsi DKI pun menyiapkan pasukan "oranye" untuk membersihkan lokasi, di samping adanya relawan-relawan kebersihan dari peserta aksi.

Sejauh ini suasananya biasa saja. Artinya suasana orang yang berkumpul damai dan tertib.

Kemudian pembawa acaranya juga seru artinya lebih "rileks". Pembawa acara utamanya adalah Ustad Haikal Hasan dan Dedi Gumelar yang akrab dipanggil Miing.

Sejak Sabtu malam sampai Minggu sekitar jam setengah dua, dia melihat suasana rapi dan tertib.

Dari tadi pagi dia juga berkeliling dari ujung Gambir ke sini (Monas).

Terkait pergerakan omzet usaha kecil juga dirasakan sebagian pemilik kecil bidang makanan di sekitar Jakarta. Mereka yang berangkat ke Monas tak jarang memesan makanan sebagai "bekal", dari sekedar nasi uduk dan gorengan hingga penganan atau cemilan.

Tak jarang pula "bekal" seperti air mineral dan cemilan dibeli di warung-warung terdekat kediaman atau titik kumpul (meeting point) rombongan. Ini tentu menggembirakan karena mengutamakan belanja di warung terdekat, disaat minimarket masih tutup.

Ke depan, tentunya akan semakin terasa positif bagi ekonomi pemilik usaha mikro dan usaha skala rumah tangga apabila bukan hanya pada aksi damai ini saja pesertanya mengutamakan belanja di warung terdekat, tetapi juga aksi-aksi damai lainnya.

Apresiasi tentunya diberikan banyak pihak kepada jajaran aparat keamanan (TNI, Polri, Satpol PP) yang menjaga terselenggaranya aksi damai ini hingga berakhir tanpa ada hal-hal yang tidak diinginkan.

Adalah lebih bermartabat dan membanggakan mampu menjaga aksi yang melibatkan sangat banyak orang berlangsung damai daripada berbenturan dengan sesama anak bangsa.

Tak berlebihan kiranya, di masa-masa mendatang aksi-aksi serupa--oleh siapa pun penyelenggaranya---dapat terselenggara secara damai dan aman. Kalau soal sorotan kepentingan politik, tentu di tahun politik ini, kegiatan apapun bisa dianggap bertendensi politik.

Terserah kepada siapa yang mau menilai dan mengasumsikan. Yang terpenting--di tengah adanya pandangan-pandangan seperti itu--adalah penyelenggaraannya yang berlangsung damai dan aman.

Di sinilah esensi dari pentingnya kebebasan dan martabat itu dipersandingkan. (*)