Bergerak dari akar rumput demi angkat martabat perempuan

id Roehana Koeddoes

Bergerak dari akar rumput demi angkat martabat perempuan

Afrida sedang jadi fasilitator dalam pertemuan kelompok dampingan LP2M Padang. (Ist)

Beda zaman tentu akan beda pula pola perjuagan. Termasuk gerakan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya dan meningkatkan kapasitas diri.

Jika di jaman penjajahan pejuang perempuan seperti Mandeh Siti Manggopoh yang menentang kebijakan belasting. Begitu pula pejuang perempuan yang punya kekuatan dari goresan penanya melawan kebijakan Belanda adalah Roehana Koeddoes --merupakan jurnalis perempuan pertama di bumi pertiwi ini--.

Pejuang-pejuang kaum perempuan tidak mesti terlahir di kota-kota besar dan berlatar belakang dari keluarga mapan secara ekonomi. Namun, bila semangat juang sudah menggelora dalam keterbatasan bisa dilakukan meski tinggal di perkampungan.

Hal inilah yang dijalani Afrida (52) yang sudah sekitar 21 tahun dalam perjuangan hak-hak kaumnya di akar rumput --kaum ibu-ibu rumah tangga-- dalam banyak aspek.

Perempuan yang berdomisi di Lolo, Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji, Kota Padang itu, awalnya membentuk kelompok bersama dengan kaum perempuan di kawasan tempat tinggalnya tersebut.

Kelompok diberi nama Gunung Sarik III. Tujuannya agar bisa memcecahkan problema secara bersama baik secara ekonomi dan lainnya.

Secara ekonomis ia bukan perempuan yang mapan dan mengenyam pendidikan tinggi. Rumah tempat tinggal bersama anggota keluarga pada awalnya semi permenen. Sang suami bekerja sebagai petani tetapi gerakan komunitas terus dijalaninya.

Semangat untuk bergerak bersama tetap jalan sembari menata perekonomian keluarga dengan tanam padi di sawah dan memelihara kambing dan ternak ayam.

Seiring penjalanan waktu, pada 1997 mendapatkan pendampingan dari Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan (LP2M) Padang yang fokus dalam pemberdayaan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak baik ekonomi, politik dan reproduksi serta peningkatan kapasitas.

Melalui program pendampingan itu, kata Af sapaan akrab perempuan lima anak ini, banyak pengetahuan dalam peningkatan kapasitas yang diperolehnya bersama anggota.

Beragam pelatihan yang didapat, mulai dari manajemen kelompok, pengelolaan adminsitrasi keuangan, keterampilan dan pembekalan usaha-usaha produktif bagi kaum perempuan.

Tak hanya itu, dirinya dinobatkan sebagai ketua kelompok sehingga jaringan pun terbuka sejak mendapatkan pendampingan tersebut. Sebab, banyak kelompok perempuan yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut.

Istri dari Suwardi itu, mengungkapkan sejak beberapa tahun setelah mendapatkan pendampingan, nama kelompoknya berganti menjadi Gunung Sarik Saiyo. Kini jumlah anggota kelompoknya sudah mencapai 68 orang, tapi yang aktif hanya 58 orang.

Seiring perkembangan waktu, omzet yang dikelola kelompok ini sudah mencapai Rp300-an juta rupiah. Sedangkan uang yang sudah berputar di tingkat anggota sekitar Rp1,3 miliar. Usaha anggota kelompok di bidang pertanian, peternakan, menjahit dan usaha kecil produk rumah tangga.

Besaran pinjaman kepada anggota sudah bisa mencapai Rp20 juta per orang, tapi tetap ada aturan yang ditetapkan bersama, misalnya yang ingin minjam Rp5 juta hingga Rp10 juta harus ada agunan seperti surat kendaraan bermotor.

"Kami bersyukur dengan berkembangnya kelompok perempuan, karena sudah terhindar dari rentenir yang cukup memberatkan," ujarnya.

Kini perempuan kelahiran 1966 ini, tak hanya semata berkutat pada satu kelompoknya tetapi kini sebagai motor penggerak kelompok perempuan yang sudah ada dan pembentukan kelompok baru.

"Kelompok kami merupakan yang perdana didampingi LP2M, selanjutnya bertambah beberapa kelompok di Padang Pariaman dan di kawasan Kelurahan Batu Gadang, Kota Padang," ujarnya.
Pendidikan SDGs sekalian diskusi HKSR di Parit Malintang pada 3 November 2018. (Ist)
Sejalan dengan kian bertambah jumlah dampingan kelompok LP2M itu, maka dirinya ditunjuk jadi tenaga pengorganisasian masyarakat atau Community Organizing (CO).

Tak jarang pula, Afrida menjadi tenaga fasilitator tentang hak-hak reproduksi dalam pertemuan-pertemuan dalam Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) Sumatera Barat.

Selain itu, kini dirinya sudah menjadi tenaga fasilitator dalam pelatihan tentang hak politik perempuan dan pendampingan jadi pemilih cerdas.

Lompatan luar biasa perempuan yang hanya menamatkan sekolah lanjutan tingkat atas itu, kini masuk salah seorang bursa calon legislatif dari partai politik di negeri ini.

"Saya didorong kelompok-kelompok perempuan yang tergabung dalam Jarpuk untuk ikut dalam pemilihan legislatif ke tingkat provinsi. Dukungan mengalir dari banyak komunitas perempuan dan ada pula partai yang memberikan kesempatan," ujarnya.

Menurut dia, agar hak-hak perempuan mendapatkan perhatian dan tak selalu menjadi objek dalam pembangunan, tentu harus masuk ke ranah pembuat kebijakan.

Perempuan Minangkabau dimuliakan

Dalam filosofi Minangkabau kaum perempuan dimuliakan karena sistem yang berlaku matrilinial. Namun, faktanya masih banyak diskriminasi dan ketidakadilan ditemui sehingga mengundang jiwa untuk terus diperjuangkan.

Apalagi di Minangkabau sudah mencatat sejarah sejak zaman dulu lahirnya tokoh perempuan yang diperhitungkan seperti sosok Roehana Koeddoes.
Kelompok dampingan LP2M diskusi tentang 17 program SDGs di Koto Tinggi. (Ist)


Hal ini yang menjadi spirit aktivis perempuan Ramadhaniati, SP yang digelutinya sejak akhir 1997 bergabung dengan Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Padang, Sumatera Barat.

Menurut dia, kaum perempuan perlu secara berkesinambungan dilakukan pemberdayaan dalam banyak aspek kehidupan.

Sebab, ada streotip yang keliru selalu jadi argumentasi bahwa perempuan tidak boleh ini dan itu. Cukup hanya mengurus anak dan urusan dapur saja, sehingga cara pandang seperti ini jadi penghambat.

Justru itu, kata dia, peningkatan kapasitas perempuan, khususnya yang diakar rumput terus dilakukan sehingga bisa punya peran dan partisipasi dalam program pembangunan.

Dhani sapaan akrab perempuan berdarah Lintau, Tanah Datar itu, kini jabatannya sebagai Direktur Eksekutif LP2M Padang. Posisi itu tentulah tidak sertamerta dan instan diraihnya.

Sejak awal bergabung di lembaga pemberdayaan yang didirikan pada 1995 itu, sebagai staf lampangan dalam pendampingan kelompok perempuan di Padang, Padang Panjang dan Padang Pariaman.

Ramadhaniati menyebutkan, dirinya bergabung sejak penghujung 1997 di LP2M sampai pertengahan tahun 2000 menjadi tenaga lapangan untuk mendampingi kelompok perempuan. Pada 2000-2004 dipercaya menjadi supervisor dalam program nagari sehat di Kabupaten Pesisir Selatan.

Selanjutnya pada 2004 akhir dimandatkan untuk menjadi kepala divisi kesejahteraan perempuan di lembaga itu. Skala nasional sejak 2003 hingga 2009 sebagai sekretaris eksekutif Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk) wilayah Sumatera.

Perjuangannya untuk kaum hawa tiada henti, pada periode 2009 - 2012 menjadi Direktur Eksekutif Nasional (Asppuk), Jakarta. Setelah itu, kembali lagi dipercaya menjadi Direktur Eksekutif LP2M Padang sejak 2012 - 2017.

Dalam waktu bersamaan di menjadi Sekretaris Komite Pengarah Nasional (Board) Konsil LSM Indonesia, Jakarta pada 2014-2016, dan 2016 - 2019, sebagainKetua Dewan Etik Konsil LSM Indonesia, Jakarta. Periode yang sama dipercaya jadi Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk), Jakarta.

Kini terpilih lagi jadi Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M), Padang periode 2018-2022.

Perempuan lulusan Fakultas Pertanian Unand itu, sudah menghabiskan waktunya hampir 21 tahun memperjuang hak-hak kaumnya.

Buktinya hingga kini sedikitnya 60 kelompok perempuan dampingan dari lembaga atau NGOs dipimpinnya yang tersebar di Kabupaten Tanah Datar, Pasaman Barat, Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Sawahlunto dan Pesisir Selatan.
Foto bersama seusai Seknas Asppuk dan tim yang dengan sabar memberikan Pelatihan Eco Desain dan marketing produk tenun alami bagi perempuan penenun di Lintau, Kab. Tanah Datar dan Sawahlunto. (Ist)
Usaha-usaha kelompok perempuan mulai dari simpan pinjam, peternakan, kerajinan seperti songket di Tanah Datar dan Sawahkunto, serta di bidangdan usaha kecil lainnya.

Ia membenarkan, pada pesta demokrasi mendatang setidaknya ada dua kader dampingan yang ikut bertarung menuju kursi legislatif, yakni ditingkat kabupaten dan provinsi adalah Afrida.

Pihaknya mendorong kalau ada kader yang sudah berani berkecimpung di ranah politik, supaya bisa berpartisipasi aktif untuk terlibat dalam pembuat kebijakan, khususnya yang menyangkut soal perempuan dan anak.

"Bagi yang sudah punya keinginan kita dukung, tanpa masuk ranah pengambil kebijakan sehingga bisa meminimalisir kebijakan yang diskriminatif atau mengabaikan hak-hak kaum perempuan," ujarnya.

Perempuan kelahiran 1966 itu, bila dilihat kapasitas dalam pelatihan dan pengalaman sudah tak terhitung baik skala lokal, nasional dan internasional.

Bagi Ramadhaniati, perempuan bukan sebagai objek tetapi harus menjadi subjek dalam program pembangunan. Artinya perempuan-perempuan harus terus berjuang untuk wujudkan keadilan demi mengangkat martabat, tentu sesuai ranah masing-masing dan zamannya.*