Indeks Daya Saing Global Indonesia peringkat 45

id Indeks Daya Saing Global

Indeks Daya Saing Global Indonesia peringkat 45

Sejumlah kapal kayu ditambatkan di pelabuhan Muaro, Padang, Sumatera Barat, Rabu (10/10). Pemprov Sumbar bersama PT Pelindo II Teluk Bayur akan melakukan pembenahan pelabuhan Muaro Batang Arau tersebut, sebagai pelabuhan kawasan Marina dengan biaya Rp68 miliar. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc/18.

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index 4.0 dengan metodologi baru edisi 2018 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) di Jenewa, Swiss, pada Selasa (16/10) menempatkan Indonesia di peringkat ke-45 dari 140 negara, berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing-masing menempati posisi kedua, ke-25 dan ke-38.

Laporan daya saing global 2018, menyebutkan bahwa di tengah perubahan teknologi yang cepat, polarisasi politik dan pemulihan ekonomi yang rapuh, sangat penting untuk mendefinisikan, menilai, dan mengimplementasikan jalur baru pertumbuhan dan kemakmuran.

Dengan produktivitas menjadi penentu paling penting dalam pertumbuhan dan pendapatan jangka panjang, Global Competitiveness Index 4.0 baru menyoroti serangkaian faktor-faktor penting yang muncul untuk produktivitas dalam Revolusi Industri Keempat (4IR).

Perubahaan metodologi dalam pemeringkatan WEF, yang lebih berorientasi menuju pertumbuhan berbasis teknologi di masa depan, juga telah menggusur Swiss di peringkat pertama daya saing global yang telah bertengger selama sembilan tahun berturut-turut ke tempat keempat, digantikan oleh Amerika Serikat.

Peringkat tahun lalu, dengan metodologi yang berbeda, menempatkan Amerika Serikat di posisi kedua ekonomi paling kompetitif di dunia. Selanjutnya peringkat kedua diduduki oleh Singapura, posisi ketiga ditempati Jerman, posisi keempat Swiss dan kelima Jepang.

"AS mendapat nilai 85,6 yang pada dasarnya berarti itu masih sekitar 14 poin dari batas daya saing," kata Saadia Zahidi, seorang anggota dewan pelaksana WEF seperti dikutip oleh Reuters.

Menurutnya, Amerika Serikat adalah "sebuah pusat inovasi" dengan tenaga kerja yang fleksibel dan pasar yang besar. "Mereka cukup baik dalam hal institusi tetapi ada juga banyak tanda-tanda yang mengkhawatirkan."

"AS adalah salah satu ekonomi G20 peringkat terendah ketika datang ke kesehatan, ada kekhawatiran tentang kebebasan pers, ada kekhawatiran tentang independensi peradilan ... faktor-faktor lebih lemah yang dapat memiliki implikasi bagi daya saing negara dalam jangka panjang."

Namun pakar WEF itu menyangkal bahwa analisis telah diubah untuk menyanjung Presiden AS Donald Trump, yang menjadi orang paling penting di pertemuan tahunan WEF di Davos pada Januari lalu, yang membawa pesan "America First" kepada para elit dunia.

"Indeks lama dan indeks baru adalah apel dan jeruk. Alasan indeks baru telah dibangun adalah karena kita sudah belajar begitu

banyak tentang apa yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang," kata Zahidi.

Sebanyak 98 indikator dalam indeks diambil dari lembaga-lembaga internasional dan survei para eksekutif perusahaan dan sebagian besar

mencerminkan kebijakan jangka panjang, seperti berinvestasi dalam keterampilan digital, katanya.

Itu berarti Swiss butuh waktu untuk memenangkan kembali peringkat pertama. Zahidi mengatakan itu adalah pilar inovasi tetapi diperlukan

bekerja pada pola pikir kewirausahaan.

Berikut adalah 30 negara teratas dalam peringkat daya saing global, menurut WEF

1. Amerika Serikat

2. Singapura

3. Jerman

4. Swiss

5. Jepang

6. Belanda

7. Hong Kong

8. Kerajaan Inggris

9. Swedia

10. Denmark

11. Finlandia

12. Kanada

13. Taiwan

14. Australia

15. Korea Selatan

16. Norwegia

17. Perancis

18. Selandia Baru

19. Luksemburg

20. Israel

21. Belgia

22. Austria

23. Irlandia

24. Islandia

25. Malaysia

26. Spanyol

27. Uni Emirat Arab

28. China

29. Republik Ceko

30. Qatar

(*)