NU minta pemerintah cabut PMK penyederhanaan cukai hasil tembakau

id Nahdlatul Ulama,Cukai Tembakau,Penyerderhanaan Cukai Tembakau

NU minta pemerintah cabut PMK penyederhanaan cukai hasil tembakau

Petani menjemur daun tembakau yang sudah diiris, di Nagari III Koto Sungaipuar, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Senin (18/5). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/Rei/pd/15.

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) meminta pemerintah segera mencabut Peraturan Menteri Keuangan No.146 tahun 2017 tentang Penyederhanaan Struktur Cukai Hasil Tembakau karena dinilai merugikan industri kecil dan petani.

Wakil Ketua PB NU, Maksum Machfoed dalam rilisnya di Jakarta, Jumat mengatakan, jika pemerintah tetap menerapkan PMK tersebut, maka sedikitnya 6 juta warga NU yang menjadi petani dan tersebar di berbagai wilayah akan makin menderita.

"Sebab naiknya cukai tentu saja akan memukul kalangan industri rokok, para petani yang selama ini menjadi pemasok terbesar industri juga akan ikut tertekan pendapatannya dan bagi NU ini jumlahnya lebih dari 6 juta orang," kata Maksum dalam diskusi Bathsul Masail "Telaah Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau", di Kantor PB NU.

Berdasarkan kajian yang selama ini telah dilakukan, ujarnya, diperoleh data volume produksi rokok sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) menunjukkan potensi peningkatan seiring dengan meningkatnya tarif cukai.

Namun, perlu disadari bahwa penyederhanaan struktur tarif cukai dan memperlambat volume industri dan juga memperlambat pendapatan negara atas cukai industri hasil tembakau (IHT)," ujar Maksum.

Berbanding terbalik dengan kondisi tersebut, jenis sigaret kretek tangan (SKT) yang identik dengan para pengusaha kecil di bidang industri rokok responnya negatif terhadap peningkatan tarif cukai. Juga menunjukkan penurunan volume produksi yang semakin tajam, seiring dengan semakin sederhananya struktur tarif cukai.

"Ironisnya lagi, jika PMK 146/2017 ini diterapkan, maka dipastikan akan menambah jumlah pengangguran pekerja SKT yang tentu berpotensi menjadi masalah sosial sehingga perlu menjadi perhatian serius pemerintah," katanya.

Dirjen PHI Kemenaker Hayani Rumondang pembicara lain dalam diskusi itu berpendapat mendekatkan secara bertahap tarif terendah untuk jenis SKT golongan II dengan tarif cukai tertinggi pada jenis SKT golongan I yang tujuan akhirnya adalah persamaan tarif cukai untuk seluruh sigaret tangan akan memiliki dampak PHK massal dan pelanggaran pembayaran upah.

"Hal ini disebabkan industri segera melakukan perubahan dari buruh menjadi mesin, untuk mengejar tingkat efisiensi yang tinggi dan memberikan keuntungan tambahan bagi perusahaan," kata Hayani.

Sementara itu, Kasubdit IHT Kemenperin Satyati EW mengatakan total produksi dari 2011 sampai 2017 mengalami penurunan 5,5 persen per tahun dengan jumlah produksi total 2014 sebanyak 351,67 miliar batang.

"Produksi ini terus menurun pada 2017 hanya sebanyak 336,20 miliar per batang atau mengalami penurunan 15,47 miliar batang hanya dalam jangka waktu tiga tahun saja," kata Satyati. (*)