FPI sebut Habib Rizieq seperti tahanan rumah di Arab Saudi

id Slamet Maarif

FPI sebut Habib Rizieq seperti tahanan rumah di Arab Saudi

Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Maarif. (cc)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Maarif mengatakan kondisi Habib Rizieq Shihab seperti tahanan rumah di Saudi Arabia karena tidak diperbolehkan ke luar dari kediamannya.

"Pencekalan terhadap Habib Rizieq mengalami peningkatan. Awalnya tamu dibatasi. Sekarang sudah mulai diperkecil lagi. Tidak bisa lebih dari lima. Kemudian informasi terakhir malah tidak bisa ke luar rumah sama sekali. Jadi betul-betul kayak tahanan rumah," kata Slamet usai rapat konsolidasi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, di kediaman Djoko Santoso, di Bambu Apus, Jakarta Timur, Jumat malam.

Ia menduga Pemerintah Indonesia terlibat dalam pencekalan terhadap imam mereka, Habib Rizieq Shihab karena Pemerintah Arab Saudi tidak memiliki alasan untuk mencekal Habib Rizieq.

"Kita melihat sesuai dengan yang disampaikan kemarin oleh dubes (Dubes Saudi untuk Indonesia), bahwa pencekalan dilakukan untuk melindungi beliau. Seingat kita, biasanya pencekalan dilakukan pertama karena teroris, kedua karena kriminalisasi, ketiga pemerintah dari ini negara yang dicekal di sana, sehingga kalau kasus pertama kan enggak ada teroris. Kedua, kriminalisasi, sudah SP3 semua, sehingga kami berkesimpulan ini pemerintah yang meminta kepada Saudi Arabia untuk melakukan pencekalan," katanya.

Ketua Presidium Alumni Aksi Bela Islam 212 ini membenarkan informasi bahwa visa Habib Rizieq habis dari Juli lalu. Pada saat itu pula, Habib Rizieq hendak pulang ke Indonesia.

"Justru itu, dari bulan Juli itu visa beliau sudah habis, betul, kemudian sudah berupaya berulang kali untuk keluar, untuk apa. Untuk perpanjang visa, tapi berulang kali juga beliau tidak bisa keluar bahkan terakhir ketika ingin ke Malaysia itu sidang disertasi doktornya beliau, sudah sampai bandara, sudah sampai bagian imigrasi, anak istrinya bisa lolos barang-barangnya bisa lolos tapi habib enggak bisa lolos. Akhirnya beliau dicekal ada larangan, beliau balik lagi ke Mekah, kopernya sampai Malaysia," katanya.

Slamet menyebutkan, Habib Rizieq berkeinginan untuk kembali ke Indonesia karena sudah merindukan untuk kembali dakwah dan kangen dengan umat Islam Indonesia.

"Kalau enggak ada persoalan beliau lebih senang ke Indonesia, beliau rindu dan kangen umat Islam, beliau rindu dakwah, beliau rindu dengan kita. Kita semua, kami rindu. Tapi beliau lebih rindu dari kita. Sering beliau katakan ingin kembali ke Indonesia, ingin kumpul dengan teman-teman di Indonesia," kata Slamet.

Nah sekarang gimana, mau pulang (ke Indonesia) tidak bisa, dicekal. Ini kalau bukan permintaan, saya pikir tidak mungkin, katanya.

Ia menambahkan, teman-teman umat Islam Indonesia tengah berusaha dan mencari solusi penyelesaian agar Habib Rizieq bisa kembali ke Indonesia.

"Fadli Zon akan memanggil Kapolri dan BIN ke DPR untuk menanyakan persoalan tersebut. Kita tunggu saja," katanya.

Sementara itu, Badan Intelijen Negara (BIN) membantah merekayasa dan memengaruhi Pemerintah Arab Saudi agar Habib Rizieq Shihab (HRS) tidak dapat keluar dari Arab Saudi.

"Pemerintah Indonesia justru ingin agar HRS segera kembali ke Tanah Air guna menuntaskan masalahnya, makin cepat kembali ke Tanah Air akan lebih baik," kata Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto, di Jakarta, Jumat.

Masalah isu cekal oleh pihak Arab Saudi, lanjut Wawan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan BIN dan Pemerintah RI karena ini adalah otoritas negara berdaulat bukan atas permintaan ataupun tekanan negara lain.

Pemerintah Saudi sendiri menyatakan tidak ada masalah dengan HRS, dan tidak pernah mencekal.

"Hal ini sudah jelas. Tidak perlu menuding BIN, Polri maupun Kemenlu," tegas Wawan.

Jika menurut HRS masih ada masalah lain, kata dia, seyogyanya segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut. Makin berlarut-larut maka akan memunculkan banyak spekulasi.

"BIN bertugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam hal ini BIN juga harus menjaga keselamatan HRS," ujarnya.

Menurut dia, BIN tidak pernah membatasi kegiatan HRS baik di Indonesia, di Arab Saudi maupun di negara lain yang dikunjunginya.

Pertemuan sejumlah tokoh dengan HRS di Saudi adalah hak setiap warga negara dan tidak masalah.

BIN, tambah Wawan, tidak mempersoalkan afiliasi politik HRS sebab sebagai negara demokratis maka HRS bebas menentukan arah pilihan politiknya.

"Berbagai tuduhan kepada BIN hanya opini dan itu hoaks," tegas Wawan. (*)