Ini penilaian Rizal Ramli terkait kebijakan ekonomi pemerintah saat ini

id Rizal Ramli

Ini penilaian Rizal Ramli terkait kebijakan ekonomi pemerintah saat ini

Rizal Ramli. (cc)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Ekonom senior Rizal Ramli menilai kebijakan ekonomi makro pemerintah saat ini masih konservatif yakni melakukan pengetatan saat ekonomi melambat.

"Kalau cara pengambilan kebijakan di dalam makro ekonomi sangat super konservatif yaitu 'austerity' atau pengetatan pada saat ekonomi sedang mengalami perlambatan, maka jangan aneh ekonominya itu nyungsep, paling muter-muter di sekitar lima persen," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia periode 2000-2001 itu menuturkan, 'austerity' adalah program yang dianggap gagal memulihkan perekonomian suatu negara.

Ia mencontohkan Yunani yang tiga kali melakukan pengetatan kebijakan, namun justru membuat ekonomi negara tersebut anjlok.

"Jadi, tidak aneh apa yang terjadi hari ini. Kalau obatnya pengetatan, uber pajak, dan potong anggaran, pasti jadinya gini. Ini bukan ilmu ajaib, cuma banyak orang di Indonesia gak ngerti. Percaya, ini bisa kok membaik. Apanya yang membaik, 'wong' obat ini sudah dites puluhan kali di Asia Afrika gagal," kata Rizal.

Terkait pelemahan rupiah yang saat ini hampir menyentuh Rp15.000 per dolar AS, ia menilai rupiah masih belum akan stabil.

Menurut Rizal, rupiah di level tersebut justru baru permulaan di tengah masih tingginya ketidakpastian global.

"Apakah dengan semua langkah yang diambil kita sudah capai stabilitas yaitu di bawah 15 ribu? Kami jawab, belum. Ini baru permualan, karena langkah-langkahnya itu banyak yang behind the curve, di belakang kecenderungan," ujarnya.

Menurut Rizal, satu-satunya yang melakukan kebijakan ahead the curve yaitu Bank Indonesia.

Ia mengapresiasi Gubernur BI Perry Warjiyo yang telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate hingga 1,25 persen.

"Gubernur BI saya puji ia ambil langkah naikkan tingkat bunga 1,25 persen, mungkin harusnya 3-4 persen, atau dicicil. Tapi, kalau ia terlalu tiinggi naikkan tingkat bunga, pertumbuhan ekonomi akan anjlok 4,5 persen. NPL di perbankan juga pasti akan semakin tinggi," kata Rizal. (*)