Regenerasi salawaik dulang di Tanah Datar

id Seni, tradisi, salawaik dulang

Regenerasi salawaik dulang di Tanah Datar

Dua orang seniman cilik, Abil Sayuqi Razaq (10) dan Fajar Maulana (10) menampilkan salawaik dulang. (Antara Sumbar/Syahrul R/18)

Batusangkar, (Antaranews Sumbar) - Dua seniman cilik asal Pariangan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat tampilkan salawaik dulang yang merupakan kesenian khas Minangkabau yang berasal dari daerah tersebut.

Pelatih Salawaik Dulang, Muhammad Yunus di Batusangkar, Senin, mengatakan kedua anak tersebut masing-masing bernama Abil Sayuqi Razaq dan Fajar Maulana yang sama-sama berusia 10 tahun.

"Mereka sudah belajar salawaik dulang sejak tiga tahun yang lalu," katanya usai penampilan dalam kegiatan sinergitas cagar budaya yang digelar oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumbar.

Salawaik dulang merupakan sastra lisan Minangkabau yang bertema Islam. Sastra lisan ini berupa pertunjukkan dua orang membacakan hafalan teks diiringi tabuhan dulang, nampan kuningan berdiameter lebih kurang 65 cm.

Ia menyebutkan, sejak awal Abil Sayuqi yang merupakan cucunya tersebut memang sudah memperlihatkan ketertarikannya kepada salawaik dulang.

"Beberapa orang di keluarga kami memang merupakan pemain salawaik dulang, mulai dari saya hingga anak dan bahkan saat ini cucu saya," ujarnya.

Ia menambahkan, selain Abil Sayuqi dan Fajar Maulana, saat ini masih ada satu pasangan lain yang juga sedang berlatih kesenian tersebut. Menurut dia, untuk daerah Tanah Datar saat ini mereka merupakan pemain salawaik dulang yang termuda.

Muhammad Yunus sendiri sudah mulai mengenal kesenian tersebut semenjak tahun 1969, kemudian pada tahun 1977 ia mendirikan grup Salawaik Dulang Sinar Berapi dan pada tahun 1988 ia juga mendirikan grup Ganto Minang.

"Dengan adanya generasi muda yang pandai memainkan salawaik dulang diharapkan kesenian ini tetap ada dan juga semakin dikenal oleh masyarakat," kata dia.

Pemain salawaik dulang cilik, Abil Sayuqi Razaq (10) menceritakan, pada mulanya ia cukup susah mempelajari kesenian tersebut, karena harus mempelajari teknik pukulan pada dulang serta harus menghafal lirik yang dilantunkan dalam penampilan tersebut.

Ia menyebutkan, proses latihan dilakukan setiap malam Minggu, terkadang juga ditambah ketika ada liburan sekolah.

"Saya bangga dapat mempelajari kesenian ini, karena tidak semua anak pandai memainkannya," katanya. (*)