BPJS Kesehatan Pasaman minta masyarakat tak khawatir adanya kebijakan baru

id Bpjs

BPJS Kesehatan Pasaman minta masyarakat tak khawatir adanya kebijakan baru

Kepala BPJS Kesehatan Pasaman Syafrudin (Ist)

Lubuk Sikaping, (Antaranews Sumbar) - BPJS Kesehatan Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, meminta masyarakat peserta JKN-KIS di daerah itu tidak perlu khawatir dan risau terkait terbitnya tiga peraturan Direktur Jampelkes BPJS Kesehatan, tentang penjaminan pelayanan katarak, rehabilitasi medik dan bayi lahir sehat di Rumah Sakit.

"BPJS Kesehatan tetap memberikan penjaminan pelayanan kesehatan untuk ketiga layanan, yakni katarak, fisioterapy dan bayi baru lahir sehat. Terkait beredarnya isu dihentikan, dikatakannya, itu adalah berita hoax," kata Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten Pasaman Syafrudin, Jumat.

Ia menjelaskan, terbitnya tiga peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, lebih tepatnya untuk penatalaksanaan, memperjelas tatacara agar tiga manfaat pelayanan medis lebih tepat pemanfaatannya.

Peraturan itu terdiri dari, Perdir Jampelkes Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Perdirjampelkes Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdirjampelkes Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

"Apabila ada yang menyebut BPJS Kesehatan mencabut tiga pelayanan kesehatan tersebut, berita itu tidak benar. BPJS Kesehatan tetap menjamin pelayanan katarak, rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, dan bayi baru lahir sehat," ujarnya.

Pihaknya, kata dia, sudah melayangkan surat kepada manajemen RSUD Lubuksikaping tertanggal 17 Juli 2018. Surat tersebut, berisi penjelasan tentang penjaminan pelayanan katarak, rehabilitasi medis dan bayi baru lahir tetap dilaksanakan. Dalam surat tersebut, kata dia, tidak satu pun berisi penghentian pelayanan.

"Disitu tidak ada kata-kata penghentian terhadap pelayanan. Yang ada cuma penatalaksanaan saja. Kita hanya memperjelas tata cara penjaminan agar pemanfaatannya lebih efektif dan efisien," katanya.

Untuk layanan Katarak, kata Syafrudin, harus ada perencanaan operasi. Tidak bisa langsung dilakukan tindakan operasi bagi pasien. Ada tahapan yang harus dilakukan oleh dokter rumah sakit.

"Untuk operasi katarak ini, dokter spesialis mata di RSUD Lubuksikaping, Dr Festy, kita target dapat melayani 12 pasien sebulan. Itu kita tambah, tidak dikurangi. Yang biasanya hanya sanggup 5-7 pasien saja dalam sebulan," kata Syafrudin.

Lanjut Syafruddin, terkait dengan peraturan mengenai bayi baru lahir sehat, disampaikan bahwa BPJS Kesehatan akan menjamin semua jenis persalinan. Baik persalinan biasa atau normal maupun tindakan bedah caesar.

Termasuk pelayanan untuk bayi baru lahir dapat ditagihkan oleh fasilitas kesehatan dalam satu paket persalinan dengan ibunya.

Namun, apabila bayi membutuhkan pelayanan atau sumber daya khusus, dapat menagihkan klaim di luar paket persalinan dengan ibunya, tambahnya.

Terakhir, terkait dengan peraturan yang mengatur tentang rehabilitasi medik atau fisioterapi, pelayanan tersebut tetap dijamin. Dengan catatan, Rumah Sakit tersebut memiliki dokter spesialis fisik dan rehabilitasi medik sebagai penanggung jawab.

"Khusus fisioterapy di RS Lubuksikaping, tetap kita bayarkan. Walaupun dokternya belum ada. Tapi, mekanismenya kita atur. Cukup dua kali dalam seminggu atau delapan kali dalam sebulan," katanya.

Berhubung RSUD Lubuksikaping belum memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik, BPJS Kesehatan, memberlakukan masa transisi di RS itu. Terhitung, 21 Juli sampai 20 Desember 2018.

"Jika dokter spesialis tetap tidak ada, baru tidak boleh melayani. Harus ada penanggung jawabnya. Selain itu, perawatnya juga harus mengantongi sertifikat sebagai terapis. Kasus fisioterapy dalam sebulan di RSUD Lubuksikaping mencapai 800 kasus, dengan nilai tagihan sebesar Rp120 juta per bulan," katanya.

Sebagai jalan keluarnya, kata Syafrudin, pihaknya meminta manajemen RSUD Lubuksikaping segera mencarikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik (SpKFR), sebagai penanggung jawab pelayanan fisioterapy. Jika layanan tersebut tidak ingin dihentikan.

"Setidaknya untuk melakukan supervisi saja ke RS cukuplah. Itu, bisa saja meminta bantuan ke RS Ahmad Mochtar Bukittinggi atau RS lain yang sudah memiliki jika RSUD Lubuksikaping belum mampu mendatangkan dokter spesialis di bidang itu," ujarnya.

Syafrudin menambahkan, setiap bulan, BPJS Kesehatan membayarkan tagihan medis sebesar Rp4,7 miliar setiap bulan kepihak RSUD Lubuksikaping. Sebanyak 50 persen diantaranya, itu dibayarkan untuk pembayaran jasa medis bagi dokter, tenaga medis, pimpinan beserta jajaran RSUD. Sisanya, sebanyak 50 persen lagi itu untuk beli obat dan alat-alat kesehatan (Alkes). *