Begini cara UMKM kelola tuna "reject" ekspor menjadi kuliner khas Sumbar

id tuna

Begini cara UMKM kelola tuna "reject" ekspor menjadi kuliner khas Sumbar

Petugas Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Padang memeriksa ikan tuna yang baru dibongkar dari kapal, di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Padang, Senin (23/7) malam. Data BKIPM Padang, ekspor ikan tuna setiap bulan dari pelabuhan itu sebanyak 2.000 kilogram tuna segar ke Jepang dan sekitar 1.500 kilogram tuna beku ke Amerika Serikat, yang kualitas dagingnya sudah dijamin mutu dan keamanannya. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Tuna yang masuk ke perusahaan eksportir, tidak semua bisa diekspor. Ada beberapa yang "reject". Ikan ini yang kemudian diolah oleh pelaku UMKM
Padang, (Antaranews Sumbar) - Peningkatan hasil tangkapan tuna di Sumatera Barata tidak saja berpengaruh pada naiknya nilai ekspor tetapi juga mampu merangsang munculnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang bergerak dalam bidang pengolahan ikan.

"Tuna yang masuk ke perusahaan eksportir, tidak semua bisa diekspor. Ada beberapa yang "reject". Ikan ini yang kemudian diolah oleh pelaku UMKM," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Yosmeri di Padang, Kamis.

Ia mengatakan itu terkait "multiplier effect" peningkatan penangkapan tuna di perairan Sumbar.

Tuna yang tidak jadi diekspor itu diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti rendang tuna, nuget dan abon yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Puluhan UMKM di bidang pengolahan tuna itu tumbuh seperti jamur tidak saja di Padang sebagai kota pesisir pantai, tetapi juga di daerah daratan seperti Solok, Bukittinggi dan Payakumbuh.

"Ini adalah hal yang tidak kita duga sebelumnya. Tuna ternyata tidak hanya punya potensi bagus untuk diekspor, tetapi juga diolah sebagai kuliner khas daerah," kata Yosmeri.

Ia yakin olahan berbahan tuna itu akan menjadi salah satu kuliner kebanggan di Sumbar dan bisa dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang datang.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar potensi ikan tuna terutama jenis yellow fin dan big eye di perairan Sumbar mencapai 124.630 ton per tahun, tetapi yang tergarap baru sekitar 27 persen.

Potensi itu merupakan kekayaan yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Sayangnya belum semua nelayan memiliki peralatan pengolahan tuna di kapal, sehingga hasil tangkapan bisa terbuang sia-sia atau nilainya turun drastis.

Solusinya, peningkatan peralatan penyimpanan tuna di atas kapal atau bekerjasama dengan perusahaan eksportir dalam hal pengolahan.

Nanti tuna itu disortir di perusahaan. Yang layak dieskpor sementara yang "reject" dijual kembali ke pelaku UMKM untuk diolah menjadi beragam jenis kuliner.

Salah seorang staf produksi PT Dempo Andalas Samudera yang merupakan perusahaan pengekspor tuna di Sumbar, Hamzah Fansyuri mengakui tidak semua tuna yang masuk laik untuk ekspor.

"Pertama itu kita lihat temperatur ikannya, lalu testur daging. Kalau warnanya sudah agak pucat, tidak bisa diekspor," kata dia.

Meski tidak bisa diekspor, tetapi tuna tersebut tetap sangat laik konsumsi dan kualitasnya masih bagus.

Ikan itu kemudian menjadi bahan dasar bagi pelaku UMKM untuk diolah jadi berbagai jenis kuliner. (*)