Semakin laris di pasaran, harga kopi arabika Solok tembus Rp140.000 perkilogram

id kopi arabika

Semakin laris di pasaran, harga kopi arabika Solok tembus Rp140.000 perkilogram

Kopi arabika kemasan. (Antara Sumbar/Novia Harlina)

Kopi arabika semakin diminati dan laris di pasaran sehingga harganya terus membaik
Padang, (Antaranews Sumbar) - Harga kopi arabika Kabupaten Solok, Sumatera Barat, mengalami kenaikan sekitar 20 persen karena permintaan yang meningkat sementara pasokan kurang.

"Kopi arabika semakin diminati dan laris di pasaran sehingga harganya terus membaik," kata Pengurus Koperasi Solok Radjo, Firman dihubungi dari Padang, Rabu.

Saat ini harga kopi arabika Solok berkisar antara Rp95.000 hingga Rp140.000 per kilogram tergantung kualitasnya, atau naik sekitar 20 persen dari sebelumnya yakni berkisar Rp76.000 hingga Rp110.000 per kilogram.

Dengan membaiknya harga kopi tersebut, petani di sini mulai semangat menanam kopi, katanya.

Menurutnya setelah dibeli dari petani, pihaknya mengolah hasil kebun tersebut menjadi kopi asalan atau kopi yang sedang melewati proses panen dan pemanggangan biasa.

Pada 2017, kata dia Koperasi Solok Radjo membeli kopi kepada petani sekitar 10 ton per dan sepanjang 2018 pihaknya menargetkan akan membeli kopi dari petani sebanyak 25 sampai 30 ton.

Terkait perkembangan komoditas kopi saat ini, ia menilai pasarnya sudah ada sesuai dengan kualitas barang.

Kopi arabika yang bernama latin coffea arabica itu tumbuh di ketinggian 700 sampai dengan 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), sedangkan untuk kopi robusta atau coffea canephora tumbuh di 400 hingga 700 mdpl.

Daerah penghasil kopi arabica yakni Kabupaten Solok, Agam, Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Limapuluh Kota, dan Pasaman Barat.

Sebelumnya Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hargyono mengatakan komoditas kopi bisa menjadi produk unggulan perhutanan sosial di Provinsi Sumatera Barat.

Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan secara lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat, yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan.

Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terdapat sekitar 2,4 juta hektare kawasan hutan di Sumbar.

Dari angka tersebut, lanjutnya baru sekitar 200 ribu hektare hutan yang sudah diterbitkan izin atas perhutanan sosial. Artinya masih ada jutaan hektare lahan hutan yang bisa ditanami kopi. (*)