Penduduk miskin Sumbar berkurang 2.086 jiwa

id Penduduk Miskin Sumbar Berkurang,BPS Sumbar

Penduduk miskin Sumbar berkurang 2.086 jiwa

Kepala BPS Sumbar Sukardi (Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)

Selama satu dasawarsa terakhir jumlah penduduk miskin di Sumbar mampu ditekan cukup siginifikan  dari 529.200 orang pada 2007 menjadi 357.012 orang pada Maret 2018
Padang, (Antaranews Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat mencatat penduduk miskin di provinsi itu mengalami pengurangan sebanyak 2.086 jiwa dari 359.099 ribu pada September 2017 menjadi 357.013 jiwa pada Maret 2018.

"Selama satu dasawarsa terakhir jumlah penduduk miskin di Sumbar mampu ditekan cukup siginifikan dari 529.200 orang pada 2007 menjadi 357.012 orang pada Maret 2018," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi di Padang, Senin.

Menurutnya Pada September 2017 penduduk miskin di perkotaan mencapai 5,11 persen, Maret 2018 turun menjadi 4,86 persen,

Sebaliknya menurut dia di perdesaan penduduk miskin Sumbar pada September 2017 mencapai 7,94 persen dan pada Maret 2018 naik menjadi 8,07 persen.

Kemudian berdasarkan tempat tinggal pada periode September 2017 sampai Maret 2018 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebesar 0,25 ribu sedangkan daerah perdesaan turun 3.012 orang.

Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 5,11 persen menjadi 4,86 persen sedangkan di perdesaan naik tipis dari 7,94 persen menjadi 8,07 persen, kata dia.

Ia menjelaskan untuk mendata jumlah penduduk miskin menggunakan indeks garis kemiskinan yaitu rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin.

Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin Maret 2018 adalah Rp476.554 per kapita per bulan, lanjut dia.

" Artinya kalau ada yang pengeluaran per kapita per bulan hanya Rp476.554 masuk kategori miskin," kata dia.

Ia mengemukakan dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Dengan pendekatan ini persentase penduduk miskin terhadap total penduduk, ujar dia.

Sementara metode yang digunakan menghitung garis kemiskinan terdiri atas dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan nonmakanan.

Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita perhari.

Penduduk miskin adalah yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan, ujarnya. (*)