Melestarikan kesenian butuh kepedulian masyarakat

id wayang

Melestarikan kesenian butuh kepedulian masyarakat

Wayang. (Antara Sumbar/ Syahrul Rahmat)

Kenapa kesenian tradisional bisa tergeser, terpinggirkan? Setidaknya, ada tiga hal,
Semarang, (Antaranews Sumbar) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah, Bambang Sadono menyebutkan dalam menjaga agar kesenian tradisional, khususnya wayang orang tetap lestari dibutuhkan kepedulian masyarakat.

"Kenapa kesenian tradisional bisa tergeser, terpinggirkan? Setidaknya, ada tiga hal," katanya, saat pergelaran wayang orang di Gedung Ngesti Pandowo Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang, Sabtu (14/7) malam.

Pergelaran wayang orang yang mengangkat lakon "Sumpah Setyaki" itu merupakan kolaborasi antara perkumpulan Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo dengan mahasiswa Semarang, sekaligus Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

Bambang menyebutkan penyebab pertama kesenian tradisional terpinggirkan adalah dari kesenian sendiri dengan tidak adanya regenerasi, sebab para pemain dan pengrawit wayang orang, misalnya, sudah sangat sepuh.

"Kedua, perhatian pemerintah sangat kecil. Bagaimana tidak, anggaran untuk kesenian sangat kecil dibandingkan olahraga. Bahkan, Ngesti Pandowo beberapa tahun ini tidak menerima bantuan dari pemerintah daerah," katanya.

Ketiga, kata dia, dibutuhkan juga kepedulian dari masyarakat karena kesenian tradisional, khususnya wayang orang berbeda dibandingkan kesenian tradisional lainnya, seperti ketoprak yang cenderung lebih sederhana.

"Wayang orang ini kesenian yang khusus, dari tarian, bahasa, dan gerakannya ada standar bakunya. Butuh kepedulian dari masyarakat juga. Nonton wayang orang itu modalnya tahu wayang dan Bahasa Jawa," katanya.

Jika tidak ada kepedulian dari pemerintah dan masyarakat, kata dia, generasi muda akan kehilangan banyak kesenian tradisional, khususnya wayang orang yang memiliki peran besar membentuk karakter bangsa.

"Makanya, kami lakukan sosialisasi empat pilar MPR RI ini melalui wayang. Ya, sekaligus membantu regenerasi. Saya terharu melihat bagaimana mahasiswa ini latihan selama tiga hari," kata sosok kelahiran Blora, 30 Januari 1957 itu.

Semangat anak-anak muda yang tergabung dalam Ngesti Taruna Budaya Bangsa itu, diakui mantan Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu, memberikan harapan baru bagi proses regenerasi seniman wayang orang.

"Namun, kan mereka sekolah di sini tidak lebih dari lima tahun. Setelah itu menyebar ke mana-mana. Ya, mudah-mudahan mereka bisa menjadi bibit di daerah masing-masing untuk menyebarkan wayang orang," katanya.

Selain itu, Bambang menambahkan pertunjukan wayang orang itu juga sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ngesti Pandawa karena Restu Lanjari, sang istri, melakukan penelitian tentang wayang orang di tempat itu.

Hadir pada pementasan wayang orang itu, pengurus dan anggota Bhakti Praja Jateng yang merupakan pensiunan DPR atau DPRD, perkumpulan wartawan senior Semarang, pemerhati wayang orang, dan masyarakat umum.(*)