Harga minyak jatuh karena Libya buka kembali pelabuhan ekspornya

id Harga minyak

Harga minyak jatuh karena Libya buka kembali pelabuhan ekspornya

Ilustrasi, harga minyak. (Antara)

New York, (Antaranews Sumbar) - Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena perusahaan minyak National Oil Corp (NOC) Libya mencabut "force majeure" (keadaan tak terduga yang mencegah seseorang memenuhi kontraknya) pada empat pelabuhan minyak Libya.

NOC mengatakan produksi dan ekspor dari terminal-terminal itu akan "kembali ke tingkat normal dalam beberapa jam ke depan" setelah mencabut "force majeure" di pelabuhan minyak timur pada Rabu (11/7), menurut laporan media.

Produksi minyak Libya turun menjadi 527.000 barel per hari (bpd) dari tertinggi 1,28 juta barel per hari pada Februari setelah penutupan pelabuhan, kata NOC pada Senin (9/7)

Sementara itu, persediaan minyak mentah AS turun 12,6 juta barel pekan lalu menjadi 405,2 juta barel, menandai penurunan mingguan terbesar dalam pasokan minyak mentah domestik dalam hampir dua tahun, Badan Informasi Energi (EIA) mengatakan dalam laporan mingguannya pada Rabu (11/7).

Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus merosot 3,73 dolar AS menjadi menetap di 70,38 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman September, jatuh 5,46 dolar menjadi 73,40 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah Brent mencatat penurunan satu hari terbesar dalam dua tahun terakhir.

Pasar minyak juga tertekan, karena meningkatnya ketegangan perdagangan Amerika Serikat dan Tiongkok mengancam akan merugikan permintaan minyak.

"Meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok telah mendorong penghindaran risiko dalam sesi perdagangan hari ini, yang terbukti dalam harga minyak," kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy, seperti dikutip Reuters.

Harga minyak mentah juga turun karena dolar AS naik didukung laporan inflasi AS yang secara mengejutkan kuat, meningkatkan prospek Federal Reserve akan menaikkan suku bunga dua kali lebih banyak tahun ini. Dolar yang lebih kuat dapat melemahkan komoditas berdenominasi dolar AS, seperti minyak mentah. (*)