Kakanwil: kepergian Yusafni ke Bukittinggi pada 6 Juli 2018 diduga tanpa izin

id Yusafni keluar rutan tanpa izin,Yusafni,Kanwil Kemenkumham Sumbar

Kakanwil: kepergian Yusafni ke Bukittinggi pada 6 Juli 2018 diduga tanpa izin

Orang yang mirip Yusafni yang difoto oleh warga. (ANTARA SUMBAR/istimewa)

Awalnya dia tidak mengaku tapi setelah saya perlihatkan foto dia di Bukittinggi, baru dia mengakui hal tersebut
Padang, (Antaranews Sumbar) - Kepergian narapidana korupsi Surat Pertanggungjawaban (Spj) fiktif Dinas Prasjaltarkim Sumbar, Yusafni, ke Kota Bukittinggi, yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota Padang, pada Jumat (6/7/2018) untuk berobat diduga tanpa mengantongi izin, kata Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat Dwi Prasetyo.

Keberadaan Yusafni di luar Rutan Anak Aia Kota Padang diketahui setelah ada warga yang memfoto seseorang yang diduga mirip dirinya berjalan dari sebuah mobil menuju bangunan.

Dalam foto itu, orang yang diduga mirip Yusafni tersebut mengenakan kaos merah, celana hitam dan topi sembari memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celana.

Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat Dwi Prasetyo di Padang, Selasa mengatakan kepergian Yusafni ke Bukittinggi memang tanpa sepengatahuan kepala Rutan Anak Aia dan dirinya.

"Awalnya dia tidak mengaku tapi setelah saya perlihatkan foto dia di Bukittinggi, baru dia mengakui hal tersebut," katanya.

Pihaknya langsung melakukan investigasi atas kepergian narapidana kasus SPj Fiktif senilai Rp62,5 miliar dan divonis hakim sembilan tahun penjara itu.

Ia menjelaskan Yusafni berangkat ke Kota Bukittinggi pada Jumat (6/7) untuk menjalani terapi jarum yang dilakukannya sekali dalam tiga bulan. Namun pada saat itu petugas sipir yang membawanya tidak mengantongi izin dari kepala Rutan maupun Kakanwil Kemenkumham Sumbar.

"Boleh saja pergi berobat keluar tapi harus mengantongi izin kalau tanpa izin berarti ada yang menyalahgunakan wewenang," kata dia.

Setelah melakukan ivestigasi, Dwi mengatakan Yusafni diantarkan berobat ke Bukittinggi karena saat itu dia sesak nafas dan harus pergi berobat. Sipir langsung membawa narapidana itu tanpa meminta izin.

"Hasil investigasi yang kami lakukan tidak ditemukan adanya suap kepada petugas dari narapidana dan ini murni atas dasar kemanusiaan," katanya.

Ia menambahkan petugas sipir tersebut mengambil keputusan karena tidak ingin ada kejadian fatal akibat penyakit yang diderita oleh narapidana itu dan menyebabkan meninggal dunia di dalam rutan.

"Kalau napi meninggal tentu akan lebih berbahaya lagi, sehingga petugas itu mengambil keputusan tersebut," kata dia. (*)