KPK klarifikasi aliran dana suap alokasi DOKA tahun anggaran 2018

id Febri Diansyah

KPK klarifikasi aliran dana suap alokasi DOKA tahun anggaran 2018

Febri Diansyah. (cc)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi aliran dana dalam kasus suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.

Untuk mengklarifikasi hal itu, KPK telah mencegah empat orang saksi bepergian ke luar negeri terkait kasus suap tersebut selama enam bulan ke depan sejak 6 Juli 2018.

"Menjawab sejumlah pertanyaan tentang kaitan para saksi yang dicegah ke luar negeri, kami sampaikan bahwa pencegahan ke luar negeri terhadap sejumlah saksi tersebut perlu dilakukan untuk kebutuhan pemeriksaan bagi saksi-saksi nantinya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Empat saksi yang dicegah itu antara lain Nizarli, Rizal Aswandi, Fenny Steffy Burase, dan Teuku Fadhilatul Amri.

Nizarli merupakan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh dan Rizal Aswandi sebagai mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh.

"Terhadap pejabat ULP dan PUPR, kami perlu memperdalam proses pengadaan yang dilakukan. Pengadaan yang terkait dengan penggunaan DOKA," ungkap Febri.

Sedangkan terhadap saksi Fenny Steffy Burase yang merupakan "orang dekat" Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, kata dia, ada informasi terkait aliran dana yang perlu diklarifikasi dan pertemuan-pertemuan dengan tersangka yang relevan dengan perkara ini.

"Perlu kita pahami bersama, yang dilakukan saat ini adalah proses hukum. KPK diberi tugas untuk melakukan penanganan kasus korupsi. Penanganan kasus korupsi tersebut perlu mendapat dukungan dari masyarakat karena yang dirugikan akibat korupsi adalah masyarakat itu sendiri," tuturnya.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan empat tersangka antara lain Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Provinsi Aceh Ahmadi serta dua orang dari unsur swasta masing-masing Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.

Diduga sebagai penerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan T Syaiful Bahri. Sedangkan diduga sebagai pemberi Ahmadi.

Diduga pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp500 juta bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait "fee" ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018.

Pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen "fee" delapan persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA.

Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai "perantara".

KPK pun masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan sebelumnya.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan terkait kasus itu, KPK total menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sebesar Rp50 juta dalam pecahan seratus ribu rupiah, bukti transaksi perbankan Bank BCA dan Bank Mandiri, dan catatan proyek.

KPK pun telah menahan empat tersangka itu di empat lokasi yang berbeda selama 20 hari ke depan masing-masing Irwandi Yusuf di Rutan Cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK,Jakarta. Kemudian Ahmadi di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, Hendri Yuzal di Ritan Polres Jakarta Pusat, dan T Syaiful Bahri Rutan Polres Jakarta Selatan.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan T Syaiful Bahri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)