Indonesia ikuti konferensi tentang wasathiyah dan Islam moderat di Irak

id Lukman Hakim Saifuddin

Indonesia ikuti konferensi tentang wasathiyah dan Islam moderat di Irak

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. (ANTARA SUMBAR/Muhammad Zulfikar)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Indonesia mengikuti Konferensi Internasional tentang Wasathiyah dan Islam Moderat di Irak yang digelar Dewan Wakaf Sunni Republik Irak, pada 25-27 Juni 2018.

Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin, delegasi Indonesia bertolak ke Baghdad pada Minggu (24/6).

Delegasi Indonesia terdiri dari tujuh orang, yaitu Muchlis M Hanafi (Ketua Delegasi, mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin), Muhyiddin Junaidi (MUI), Ikhwanul Kiram Masyhuri (Alumni Al Azhar), Saiful Mustafa (UIN Malang/NU), Fathir H Hambali (Alumni Syam), Auliya Khasanofa (Muhammadiyah) dan Thobib Al Asyhar (Kemenag).

"Saya mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin selaku ketua delegasi," kata Muchlis M Hanafi.

Menurut Muchlis, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung upaya pembangunan kembali Irak, baik di bidang politik maupun ekonomi.

"Kita berharap ke depan akan semakin erat, terutama dalam mengembangkan pemahaman keagamaan yang moderat," kata dia.

Muchlis akan ikut berbicara pada konferensi tersebut. Muchlis mengaku akan menyampaikan paparan tentang dunia tanpa kelompok bersenjata ISIS.

Menurut dia, setelah kekalahan ISIS di Irak dan Suriah, kini banyak negara di Eropa, Afrika dan Asia merasa dihantui oleh "arus balik" ISIS ke negara asal mereka.

Terdesak di Irak dan Suriah, kata dia, sel-sel gerakan ISIS akan menyebar di beberapa negara dengan membawa pemikiran ekstrem radikal berikut keahlian dalam menyusun strategi.

"Bukan tidak mungkin mereka mentransfer pemikiran dan keahliannya kepada kelompok-kelompok ekstrem di tingkat lokal," kata dia.

Dalam konteks itu, Muchlis menilai perlu kerja sama internasional dalam penanggulangan terorisme dan ekstremisme untuk mencegah kemunculan ISIS baru. Paling tidak, meminimalisir dampak negatif ISIS dan membatasi ruang geraknya.

Selain itu, kata dia, diperlukan juga upaya untuk meluruskan kesalahpahaman terhadap beberapa konsep dasar ke-Islaman yang selama ini menjadi salah satu faktor kuat munculnya ekstremisme dan terorisme.

"Negara-negara Islam harus merapatkan barisan dan bergandengan tangan untuk mengkonter ideologi tersebut dan membentengi generasi muda agar tidak terjerumus ke dalam kubangan pemikiran radikal," kata dia.

Melalui berbagai program, kata dia, terutama pendidikan agama dan keagamaan, pemerintah Indonesia dengan didukung oleh ormas-ormas Islam berkomitmen untuk terus memperkuat moderasi Islam sebagai sebuah cara mengelola keberagamaan. (*)