5.000 ton limbah berbahaya dan beracun ditemukan oleh Balai Penegak Hukum KLHK di Dumai

id limbah

5.000 ton limbah berbahaya dan beracun ditemukan oleh Balai Penegak Hukum KLHK di Dumai

logo Dumai

Limbah berbahaya yang kami temukan itu berupa sisa pembakaran batu bara atau fly ash dan 'spent bleaching earth,
Pekanbaru, (Antara) - Sekitar 5.000 ton limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ditemukan di salah satu perusahaan di Kota Dumai, Riau oleh Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah II Sumatera.

Kepala Gakkum Wilayah II Sumatera, Eduwar Hutapea kepada Antara di Pekanbaru, Jumat, mengatakan limbah B3 tersebut ditemukan di areal perusahaan berinisial PT KID yang bergerak di industri hilir pengolahan kelapa sawit.

"Limbah berbahaya yang kami temukan itu berupa sisa pembakaran batu bara atau fly ash dan 'spent bleaching earth'," tambahnya.

Limbah 'spent bleaching earth' merupakan jenis limbah terbesar hasil pengolahan kelapa sawit yang mengandung residu minyak tinggi sehingga berpotensi mencemari lingkungan.

Sementara limbah 'fly ash' merupakan limbah hasil pembakaran batu bara yang sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi bahan konstruksi bangunan.

Eduwar mengatakan limbah itu menumpuk di satu lahan yang tidak memiliki izin sehingga berpotensi merusak lingkungan sekitar.

Ia mengatakan pihaknya belum dapat menyimpulkan jenis kerusakan lingkungan akibat keberadaan limbah B3 tersebut.

Namun, dia mengatakan dalam waktu dekat akan memeriksa dampak kerusakan lingkungan dengan memintai keterangan sejumlah ahli.

"Ini yang kami masih terus selidiki dengan meminta keterangan saksi ahli terkait dampak lingkungannya," ujarnya.

Ia menuturkan seluruh areal lahan yang menjadi lokasi penumpukan limbah tersebut saat ini telah disegel penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Selain itu, dia juga mengatakan pihaknya turut telah memeriksa petinggi perusahaan multinasional tersebut sebagai bagian dari upaya penyidikan.

Hasil pemeriksaan sementara, dia mengatakan limbah tersebut telah menumpuk sejak 2012. "Artinya sudah enam tahun limbah itu tertahan di areal yang sama sekali tidak memiliki izin," tuturnya.

Dia menjelaskan pihaknya akan membawa temuan tersebut ke ranah pidana karena diduga kuat telah melanggar Pasal berlapis, di antaranya Pasal 98 jo Pasal 102 jo Pasal 103 jo Pasal 104 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Ancaman hukuman penjara maksimal tiga tahun penjara dengan denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp3 miliar," ujarnya.(*)