Ini penyebab produksi tembakau Sumbar stagnan sejak tiga tahun terakhir

id Irman

Ini penyebab produksi tembakau Sumbar stagnan sejak tiga tahun terakhir

Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Sumbar, Irman. (dok pribadi)

Sebagian besar tembakau Sumbar di pasarkan ke pabrik-pabrik rokok atau industri hasil tembakau (IHT) di pulau jawa
Padang, (Antaranews Sumbar) - Produksi tembakau dari Sumatera Barat stagnan sejak tiga tahun terakhir karena daerah yang membudidayakan komoditas tersebut cukup sedikit, kata Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) provinsi setempat, Irman.

"Daerah penghasil tembakau yang menjadi bahan baku industri rokok tersebut di Sumbar adalah Kabupaten Limapuluh Kota, Agam dan Tanah Datar," katanya di Padang, Senin.

Ia menyebutkan produksi tembakau Sumbar pada 2015 sebanyak 1.337 ton, 2016 naik menjadi 1.348 ton, dan 2017 mencapai 1.361 ton, kenaikannya tidaknya banyak hanya belasan ton per tahun.

Berdasarkan jumlah tersebut, lanjutnya Sumbar tidak termasuk empat besar provinsi penghasil tembakau di Indonesia, seperti Jatim yang kontribusinya mencapai 48,40 persen, Nusa Tenggara Barat 27,83 persen, Jawa Tengah 15,07 persen dan Jawa Barat 3,93 persen.

"Sebagian besar tembakau Sumbar di pasarkan ke pabrik-pabrik rokok atau industri hasil tembakau (IHT) di pulau jawa," katanya.

Harga jual tembakau ditingkat petani dari tahun ke tahun juga tidak stabil, yakni pada 2015 harga tertinggi Rp36.000 per kilogram

, 2016 turun menjadi Rp24.000 per kilogram, 2017 naik lagi ke Rp40.000 per kilogram.

"Harga terbaru pada April 2018 berkisar Rp25.000 per kilogram," ujarnya.

Fluktuasi harga tembakau ke pabrik rokok itu, lanjut dia sebenarnya lebih dominan dikendalikan dan disiasati oleh pabrik rokok dan lembaga perantara pemasaran.

Ia juga menilai pasar tembakau Sumbar terutama di sentra kabupaten Limapuluh Kota adalah struktur pasar monopsoni atau dikuasai oleh pembeli tunggal sehingga harga lebih cendrung ditentukan oleh satu pembeli kuat yang menguasai kondisi permintaan.

"Keuntungan transaksi jual beli tembakau dari kebun rakyat sebagian besar dinikmati oleh pedagang perantara dan pabrik rokok," jelasnya.

Oleh sebab itu ia berharap kepada pemerintah dan juga lembaga terkait agar dapat melindungi petani dan pekebun Sumbar terkait harga jual yang seringkali rendah dan dipermainkan.

"Tidak hanya tembakau, sebagian besar hasil kebun Sumbar masih belum ada perlindungan harganya," tambah dia. (*)