Perempuan Minang dikenal sebagai pejuang melawan ketidakadilan

id Hari Kartini,Perempuan Minang

Perempuan Minang dikenal sebagai pejuang melawan ketidakadilan

Kepala Pusat Studi Gender dan Anak IAIN Bukittinggi Dr Silfia Hanani. (ANTARA SUMBAR/istimewa)

Perempuan Minangkabau pada masa lalu bergerak dan berjuang mengubah diri untuk berkemajuan dengan berbagai cara melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan oleh Siti Manggopoh, Rohana Kudus, Rahmah El Yunusiah, Rasuna Said dan lainnya
Padang, (Antaranews Sumbar) - Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat Dr Silfia Hanani, menyampaikan sejarah mencatat perempuan Minang dikenal sebagai sosok yang juga ikut berjuang melawan ketidakadilan kaumnya.

"Perempuan Minangkabau pada masa lalu bergerak dan berjuang mengubah diri untuk berkemajuan dengan berbagai cara melawan ketidakadilan seperti yang dilakukan oleh Siti Manggopoh, Rohana Kudus, Rahmah El Yunusiah, Rasuna Said dan lainnya," kata dia di Padang, Sabtu.

Ia menyampaikan hal itu dalam rangka memaknai peringatan Hari Kartini sebagai momentum agar perempuan Minang terus berupaya lebih memajukan dirinya.

Menurut dia Siti Manggopoh dikenal berani melawan ketidakadilan, Rohana Kudus telah memajukan perempuan dengan surat kabar dan sekolah perempuan sedangkan Rahmah El Yunusiah memperjuangkan perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Kemudian Rasuna Said adalah tokoh yang gigih memperjuangan kemajuan melalui politik dan pendidikan, ujarnya.

Ia menyampaikan peran perempuan Minang di ranah publik cukup luas terbukti pada tahun 1900 hingga 1942 di wilayah ini telah terbit sebanyak 209 surat kabar dan sembilan diantaranya adalah surat kabar perempuan.

Sembilan surat kabar perempuan itu adalah Soenting Melayoe, Soeara Perempoean, Djauharah Oentoek Bangsa Perempuan, Asjraq, Soeara Kaoem Iboe Soematra, Medan Poetri, Menara Poetri dan Soera Kaoem Iboe Seoemoenja, kata dia.

Selain itu ia melihat di Minangkabau terdapat kesetaraan gender dilihat dari pengakuan kepada eksistensi bundo kanduang sebagai perempuan yang mampu memangku diri sebagai pemimpin dan berkemajuan, sehingga tidak terkepung dan larut dalam berbagai masalah.

Oleh sebab itu dalam rangka memaknai hari Kartini ia mengingatkan perempuan untuk berkemajuan, menata diri untuk membangun kesejahteraan secara bersama.

Jika saling memaknai kemajuan itu secara bersama, maka tidak akan ada diskriminasi lagi, apalagi di Minang menganut konsep matrilineal atau mengambil garis keturunan dari pihak ibu, ujarnya.

Terkait peran perempuan Minang di ruang publik ia melihat masih perlu diperjuangkan salah satunya lewat keterlibatan perempuan di dunia politik yang dinilai masih rendah dan di bawah 30 persen.

Keterwakilan perempuan diperlukan untuk membangun kesejahteraan, selagi perempuan tidak memiliki keterlibatan dalam pengambilan kebijakan, dikhawatirkan kebijakan-kebijakan properempuan yang berkesejahteraan dan berkeadilan gender sulit untuk diwujudkan, kata dia.

Apalagi jika perempuan berada dalam lingkungan yang patriaki sehingga sulit perannya diterima di ruang publik dan rawan mendapat perlakuan diskriminasi, lanjutnya.

Pada sisi lain terkait masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan ia menilai hal itu dapat ditekan melalui penegakan fungsi-fungsi peran sosial disamping melakukan antisipasi secara bersama.

Semua pemangku kepentingan di Minangkabau harus bekerja sama mulai dari lembaga adat, ninik mamak, alim ulama, bundo kanduang untuk bahu membahu mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan, ujarnya. (*)