Soal UU MD3, Mahfud MD: Presiden perlu mengambil keputusan secepatnya

id UU MD3,Mahfuf MD

Soal UU MD3, Mahfud MD: Presiden perlu mengambil keputusan secepatnya

Pakar hukum tata negara Mahfud MD . (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Presiden punya wewenang untuk menentukan sikap soal UU MD3 tanpa boleh ditekan oleh siapa pun
Padang, (Antaranews Sumbar) - Pakar hukum tata negara Mahfud MD mengutarakan beberapa alternatif sikap dapat diambil Presiden Joko Widodo terkait dengan Undang Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang sudah selesai direvisi dan saat ini menunggu disetujui.

"Presiden punya wewenang untuk menentukan sikap soal UU MD3 tanpa boleh ditekan oleh siapa pun," kata dia, di Padang, Kamis malam.

Mahfud, usai pidato kebangsaan dengan tema Revitalisasi Peran Agama, Budaya dan Negara Dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa, di GOR Himpunan Tjinta Teman sebagai bagian perayaan Cap Go Meh, di Padang, menyebutkan beberapa alternatif dengan segala risiko yang mungkin timbul, namun Presiden Jokowi perlu mengambil keputusan secepatnya.

"Mudah-mudahan dalam seminggu ke depan sudah ada sikap Presiden, jadi tunggu saja," katanya lagi.

Ia memaparkan alternatif yang bisa diambil itu, pertama Presiden bisa menandatangani lalu diserahkan kepada masyarakat apakah mau digugat atau tidak ke Mahkamah Konstitusi.

Kedua, bisa juga Presiden tidak menandatangani dan diserahkan kepada masyarakat, kata dia.

Kemudian, bisa juga Presiden menandatangani lalu mengubah UU tersebut melalui legislatif review atau bisa juga menandatangani lalu disusul dengan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) untuk mencabut tiga pasal yang bermasalah, lanjut dia.

Jadi semua itu, kata dia, boleh dilakukan oleh Presiden dan dapat dipilih sesuai dengan mana yang dianggap baik berdasarkan pertimbangan yang ada.

Terkait dengan mana sikap yang paling tepat, Mahfud menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi berdasarkan analisisnya.

Sebelumnya, dalam revisi UU MD3 dinilai ada tiga pasal kontroversial yang mendapat kritik keras publik dan harus dikoreksi.

Pertama, pasal 73 yang menyatakan polisi diwajibkan membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.

Lalu, pasal 122 huruf k, menyatakan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Berikutnta, pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.