Komunitas pencinta batik pastikan semua pengrajin boleh gunakan merek tanah liek

id Lisda Hendrajoni

Komunitas pencinta batik pastikan semua pengrajin boleh gunakan merek tanah liek

Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Pesisir Selatan, Lisda Hendrajoni. (cc)

Kita berharap penjelasan ini bisa diterima semua pihak, termasuk pihak kepolisian agar tidak ada lagi proses hukum yang terjadi akibat sengketa merek tanah liek ini
Padang, (Antaranews Sumbar) - Komunitas pencinta batik tanah liek Sumatera Barat (Sumbar) memastikan semua pengrajin boleh menggunakan merek "tanah liek" dengan menggunakan logo pembeda.

"Kita sudah konsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk memastikan hal itu," kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Pesisir Selatan, Lisda Hendrajoni di Padang, Jumat.

Ia menyebutkan itu terkait dugaan klaim pihak pribadi terhadap merek dagang "tanah liek", sehingga pengrajin batik tanah liek lain yang berjumlah ratusan di Sumbar tidak bisa menggunakan merek tersebut, karena takut berurusan dengan hukum.

Lisda yang juga tokoh komunitas itu menyebutkan Direktur Merek dan Indikasi Geografis Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM juga telah mengeluarkan surat Nomor HKI.4-HI.06.06.06-27/2018 tentang penjelasan hukum atas pendaftaran merek.

Dalam surat itu jelas dinyatakan yang bisa dijadikan merek dagang adalah logo yang digunakan sementara kata "tanah liek" menerangkan jenis barang yang tidak bisa diklasifikasikan sebagai merek.

Artinya semua pengrajin maupun pengusaha boleh menggunakan kata tanah liek sebagai merek dengan syarat mencantumkan logo untuk membedakannya dengan merek batik tanah liek lain.

Misalnya Batik Tanah Liek Citra Monalisa diperbolehkan menjadi merek dagang, tetapi Batik Tanah Liek Bundo Kanduang juga diperbolehkan menjadi merek dagang karena logo yang digunakan berbeda.

"Kita berharap penjelasan ini bisa diterima semua pihak, termasuk pihak kepolisian agar tidak ada lagi proses hukum yang terjadi akibat sengketa merek "tanah liek" ini," kata Lisda.

Surat yang dikeluarkan oleh Kemenkumham itu menurut Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unand Padang, Herwandi sangat tepat karena menghargai sejarah dan budaya yang berkembang di daerah.

Ia mengatakan sudah sepantasnya batik tanah liek yang merupakan warisan budaya Minangkabau menjadi milik komunal, tidak dimonopoli menjadi merk dagang pribadi.

Menurutnya persoalan yang terjadi pada batik tanah liek itu harus dijadikan pelajaran tidak saja bagi pengrajin atau pengusaha yang ingin mendaftarkan merek dagang, tetapi juga bagi pemerintah daerah.

"Pemerintah harus arif agar persoalan yang terjadi di tengah masyarakat ini, yang mengklaim warisan budaya Minang sebagai merek dagang pribadi, tidak terjadi lagi," tambahnya.

Tokoh komunitas batik tanah liek, budayawan Amril Dt Garang dan dosen ISI Padang Panjang, Indra Irawan bahkan mendorong agar pemerintah mendaftarkan produk warisan budaa Minang yang sangat banyak ke Kemenkumham agar tidak "dicuri" oleh pihak lain yang ingin mencari keuntungan.

"Kita punya banyak produk warisan budaya, misalnya tenun songket Pandai Sikek. Harusnya ini diproteksi oleh pemerintah dengan mendaftarkannya ke Kemenkumham," kata dia.

Sementara itu salah seorang pengusaha dan pengrajin batik tanah liek di Padang, Iqbal menyebutkan surat dari Direktur Merek dan Indikasi Geografis Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM merupakan angin segar bagi pengrajin.

Mereka tidak perlu lagi cemas disomasi dan berurusan dengan hukum saat mengembangkan warisan budaya nenek moyang berupa batik tanah liek, karena kata "tanah liek" bukanlah merek dagang, tetapi menerangkan jenis barang.

"Kami bisa melanjutkan warisan budaya ini tanpa takut akan ditangkap," lanjut dia. (*)