Menunggu musik internasional di gedung kebudayaan Sumbar

id Gedung Kebudayaan Sumbar

Menunggu musik internasional di gedung kebudayaan Sumbar

Soft lounching zona pertama Gedung Kebudayaan Sumbar oleh Gubernur Irwan Prayitno. (Miko Elfisha)

Senja itu di antara lembayung langit pantai Padang, lagu "Ayah" ciptaan Rinto Harahap mengalun syahdu dari puncak Gedung Kebudayaan Sumatera Barat.

Arif, tuna netra yang telah ditinggal ayahnya itu begitu menjiwai lagu yang dibawakannya hingga ratusan penonton yang sebelumnya masih tertawa-tawa sambil berbincang, tiba-tiba terdiam tersihir oleh suaranya.

Sebagian orang memejamkan mata menikmati suara Arif yang diiringi aransemen musik IP band, grup musik milik Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.

Sebagian tampak menerawang memandang matahari yang kian terbenam meninggalkan lembayung dengan mata berkaca-kaca.

Suara yang syahdu, musik yang menarik dan latar belakang lembayung senja merupakan perpaduan luar biasa yang ditawarkan teater terbuka di lantai lima Gedung Kebudayaan Sumbar yang berada tepat di pinggir pantai Padang.

Arif yang menjadi utusan Sumbar dalam Liga Dangdut Indonesia (LIDA) di Indosiar, melantunkan lagu tersebut saat "soft lounching" Gedung Kebudayaan Sumbar, sendapat apresiasi dari semua penonton yang menikmati sajian itu.

Akademisi sekaligus seniman Sumbar, Dr Yusril mengatakan upaya pemerintah daerah untuk menghadirkan tempat bagi seniman dan budayawan itu perlu diapresiasi sekaligus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pelaku seni dan budaya.

Apalagi keberadaan teater terbuka di lantai lima, dengan pemandangan lepas ke tengah lautt membuat ruang terbuka itu menjadi salah satu pentas seni terbaik di Sumbar.

Namun menurutnya ruang terbuka itu lebih cocok untuk pertunjukan musik dan seni tradisi dibandingkan teater, karena karakter ruang terbuka dan jarak antara penonton dengan panggung yang relatif jauh akan mempengaruhi vokal artis yang diterima penonton.

Menurutnya itu kekurangan itu bisa diatasi dengan menggunakan mikrofon, seperti mikrofon lapel yang bisa dikaitkan pada baju atau dikalungkan di leher pemain sehingga tidak mudah terlihat oleh penonton.

Tetapi untuk pertunjukan musik menurutnya ruang itu sangat mendukung, bahkan bisa sangat memadai untuk pertunjukkan berskala internasional. Suara musik dan penyanyi yang memang menggunakan mikrofon dan pengaturan "sound sistem" tidak terlalu terpengaruh oleh ruang terbuka, sehingga kualitas suara yang sampai pada penonton tetap terjaga.

Suara hempasan ombak di pantai yang berada tepat di bawah gedung juga tidak terlalu keras terdengar di lantai lima.

Tetapi ia tetap memberikan beberapa catatan di antaranya tata letak "sound sistem" yang masih terkesan asal-asalan, kabel yang tidak tertata serta sampah yang masih terlihat pada beberapa sudut, dapat mengurangi kenyamanan dan keindahan pertunjukkan.

Ia berharap persoalan itu menjadi perhatian Dinas Kebudayaan Sumbar yang mengelola gedung untuk ditindaklanjuti ke depan.

Kemudian pemandangan sisi kiri dan kanan gedung yang masih belum berimbang. Pada sisi kiri terlihat jalan dua jalur di pinggir pantai telah dilengkapi dengan trotoar hingga terkesan bersih dan memanjakan mata, tetapi sebaliknya di sisi kanan masih terkesan sembrawut.

Harusnya jalan di sisi kanan juga bisa segera dibenahi agar pemandangan sekitar lebih mendukung keberadaan Gedung Kebudayaan Sumbar.

Sekarang menurutnya tinggal pelaku seni dan budayawan Sumbar untuk memanfaatkan fasilitas itu dan bisa menghadirkan kegiatan berskala internasional seperti festival jazz atau musik etnik.

Saat ini ada tiga pergelaran musik yang menonjol di Sumbar di antaranya Sawahlunto International Music Festival (SimFes), Padang Indian Ocean Music Festival (PIOMFest) yang digelar pertama kali pada Desember 2017 dan Payakumbuh World Music Festival yang sempat mati suri dan rencananya akan dihidupkan kembali.

Diharapkan ke depan akan makin banyak festival musik internasional yang menyemarakkan Sumbar menggunakan fasilitas pinggir pantai yang menawan itu.

Senada dengan Dr. Yusril, pemerhati dan kritikus seni Nasrul Azwar mengatakan ruang teater terbuka yang diresmikan pemakaiannya oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno itu lebih cocok untuk kegiatan musik. Untuk seni tradisi atau teater harus menyesuaikan menggunakan panggung arena.

Ia berpendapat bahwa ruang teater terbuka itu bisa diberi pelindung kaca agar kegiatan bisa dilakukan setiap saat tanpa dibatasi oleh cuaca, namun sensasi "terbuka" tetap didapatkan karena pandangan tetap bisa lepas ke lautan.

Kini para seniman dan budayawan diharapkan untuk mendorong kreativitas dan menghasilkan karya-karya yang "mencerahkan" khalayak.

Gubernur Irwan Prayitno saat meresmikan gedung kebudayaan yang disebutnya sebagai gedung para seniman di jalan Samudra Padang, Jumat (19/1) mengatakan bahwa pembangunan gedung lima lantai itu adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap seni dan budaya.

Ia mengatakan gedung itu nantinya terbagi tiga zona yaitu a, b dan c. Saat ini baru selesai zona a dengan anggaran sebesar Rp57 miliar.

Anggaran itu terbagi tiga tahun pada APBD 2015 Rp13,5 milyar, 2016 sebesar Rp18,9 milyar dan 2017 Rp24,9milyar.

Pembangunan zona b yang di antaranya adalah gedung utama pertunjukan teater dilanjutkan pada 2018 dengan anggaran Rp25 miliar, sementara zona c untuk kantor Dinas Kebudayaan Sumbar akan dibangun paling akhir dan ditargetkan selesai 2020.

Gedung itu sekaligus juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengantisipasi bencana yang sering terjadi di daerah itu.

Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Taufik Effendi mengatakan zona pertama lima lantai tersebut paling atas adalah panggung terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk pertunjukan musik, seni tradisi maupun teater.

Tingkat empat diperuntukkan bagi pameran kerajinan, kemudian tingkat tiga untuk galeri pameran, lalu tingkat dua diperuntukkan bagi pertemuan dan aktivitas seni lain sementara lantai satu hanya untuk akses untuk area menuju ke lantai-lantai di atasnya.

Meski belum maksimal ia berharap fasilitas itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh seniman dan budayawan Sumbar untuk menghadirkan kegiatan seni berkaliber internasional. (*)