Padang, (Antaranews Sumbar) - Siang itu, matahari sudah mulai condong ke barat saat n dari dalam ruang kelas di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, kepala sekolah menyampaikan dengan semangat menggelora "kami ingin bertemu presiden pak," katanya.
Pesan singkat itu ia sampaikan kepada tim verifikasi sekolah adiwiyata tingkat nasional dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kepala Sekolah SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat Zulkhairi mengatakan melalui program adiwiyata ia dan warga sekolah bercita-cita bertemu presiden.
"Bertemu presiden merupakan motivasi tersendiri bagi kami," katanya.
Ia menyadari betul agar dapat bertemu presiden penghargaan adiwiyata yang mesti diraih adalah adiwiyata mandiri. satu tingkat di atas adiwiyata nasional.
Oleh sebab itu ia terus memotivasi diri, guru dan siswa agar terus bersemangat membudayakan program peduli lingkungan.
Pada 2017, SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam sudah meraih adiwiyata nasional, dan mereka bertekad terus berkomitmen menjaga dan membudayakan peduli lingkungan.
"Jika kami ikhlas melakukan ini semua, maka keinginan warga sekolah SMAN 1 Tanjung Mutiara untuk bertemu presiden pasti akan dikabulkan," katanya.
Setelah SMAN 1 Tanjung Mutiara dirasa pantas untuk meraih adiwiyata mandiri, lanjutnya maka di saat itulah keinginan untuk bertemu presiden dikabulkan.
Saat ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumatera Barat mencatat sebanyak 310 sekolah di provinsi itu sejak 2009 hingga 2017 sudah meraih penghargaan adiwiyata yang sudah mampu membudayakan pembelajaran berbasis lingkungan.
Dari 310 sekolah peraih adiwiyata itu, katanya terbagi dalam tiga tingkatan, yakni Adiwiyata Mandiri 43 sekolah, Adiwiyata Nasional 112 sekolah dan Adiwiyata provinsi sebanyak 155 sekolah.
Tujuan dari program adiwiyata, jelas dia untuk menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah sebagai tempat pembelajaran dan penyadaran peduli lingkungan warga sekolah.
Sehingga, sekolah tersebut turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup serta pembangunan berkelanjutan.
Secara umum ada empat kriteria yang dinilai pada sekolah adiwiyata, yaitu kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan, kurikulum yang mengaitkan antara mata pelajaran dengan lingkungan.
Selanjutnya partisipasi sekolah dalam mengikuti kegiatan lingkungan hidup dan sarana prasarana yang ada di sekolah seperti tempat sampah pilah, alat pengomposan, apotek hidup, taman sekolah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) menyatakan program Adiwiyata yang diterapkan sekolah dapat menunjang pendidikan karakter karena kedua program tersebut memiliki kesamaan dalam pelaksanaannya.
"Pendidikan karakter merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang mendidik dan diperuntukkan untuk generasi selanjutnya," kata Kepala Sub Bidang Pendidikan Formal Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi Lingkungan (Puslatmas & PGL) Kemen LHK, Windarti.
Banyak contoh-contoh lainnya mulai dari hal kecil yang dapat membangun pendidikan karakter, sebutnya.
Untuk itu ia berharap sekolah yang belum menerapkan program adiwiyata agar segera melaksanakannya dengan berkonsultasi bersama dinas lingkungan hidup setempat.
Kemudian bagi yang telah mengikuti dan meraih penghargaan agar terus membudayakan program adiwiyata dan menjadikannya sebagai media pembelajaran oleh siswa, katanya.
Ia menambahkan ke depan pihaknya akan terus mengembangkan dan menyosialisasikan penerapan adiwiyata ke seluruh sekolah yang ada di Indonesia.
"Hal itu agar pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah benar-benar terwujud dan program adiwiyata memiliki andil di dalamnya," ujar dia.
Pihaknya juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam mendorong sekolah agar menerapkan program adiwiyata.
"Dari tahun ke tahun sekolah di Sumbar semakin banyak yang mengikuti dan meraih pemghargaan adiwiyata, mulai dari tingkat kabupaten dan kota hingga nasional serta mandiri," kata Kepala Sub Bidang Pendidikan Formal Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi Lingkungan (Puslatmas dan PGL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Widarti.
Awal dimulainya adiwiyata tingkat provinsi pada 2010, jelasnya yang mengikuti dan meraih penghargaan adiwiyata hanya lima sampai 10 sekolah dan sekarang sudah mencapai 50 hingga 60 sekolah.
Hal ini, lanjutnya tidak terlepas dari komitmen kepala daerah mulai dari gubernur, bupati dan wali kota untuk mendorong sekolah-sekolah agar menerapkan program adiwiyata.
Jika kepala daerah sudah berkomitmen, kata dia maka seluruh elemen dibawahnya akan mengikuti dan melaksanakannya dengan baik. Sumbarmerupakan salah satu daerah yang dinilai komitmen dalam penerapannya.
Selain itu, menurutnya penghargaan adiwiyata yang diselenggarakan setiap tahun dengan berbagai tingkatan, bukanlah sebuah perlombaan yang hanya dipersiapkan ketika penilaian akan dilaksanakan.
"Penerapan adiwiyata ini tidak instan dan butuh waktu bertahun-tahun sehingga dibutuhkan komitmen dan kesabaran dari seluruh pihak terkait untuk benar-benar serius membudayakan pelestarian lingkungan hidup," ujarnya.
Tekad SMAN 1 Bertemu Presiden Melalui Program Adiwiyata
"Bertemu presiden merupakan motivasi tersendiri bagi kami," katanya.